
Pantau.com - Nilai tukar rupiah terhadap dolar masih mengalami depresiasi. Dari data spot exchange Bloomberg rate tercatat rupiah perhari ini mencapai Rp14.482 per dolar AS. Cukup jauh dari asumsi APBN 2018 Rp13.400 per dolar AS.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mencatat tren pelemahan rupiah yang tejadi sejak Januari hingga 20 Juli 2018 mencapai 6,93 persen.
Berdasarkan data Kemenko Perekonomian, depresiasi tersebut cukup tinggi dibandingkan negara-negara lain seperti Japanese Yen apresiasi 0,21 persen, Malaysian Ringgit -0,38 persen, Vietnam Dong -1,52 persen, Thai Bath -2,60, Chinese Renminbi -4,42. Namun dibawah Philippine Peso 7,24 dan Indian Rupee -8,12.
Baca juga: Waspada! Salah Gunakan Materai Palsu Bisa Terkena Sanksi Hukum
"Rupiah itu melemah mulai Januari sampai sekarang 6.93 persen, (negara) yang lebih baik dari kita adalah China 4,42 persen kemudian Thailand bath, dong Vietnam, ringgit Malaysia, Japanese yen, yang lebih jelek dari kita cuma dua, satu Filipina peso, kedua India rupee," ungkapnya saat menjadi Narasumber pada Diklat Sesparlu Angkatan ke 59 "Economic Trend : Global Phenomenon and Its Implication to Indonesia" di pusdiklat kemenlu, Jl. Sisingamangaraja, Jakarta Selatan, (24/7/2018).
Darmin menambahkan, hal ini membuktikan bahwa depresiasi mata uang juga terjadi di beberapa negara lainnya. Ia mengungkapkan ini disebabkan oleh tren ekonomi global.
Baca juga: Apa Itu Perang Mata Uang dan Sejarah Kemunculannya?
"Sehingga yang kita alami adalah akibat dari tren ekonomi global kita kursnya goyang-goyang," paparnya.
Lebih lanjut ia mengatakan, bahwa faktor ini membuat investor menimbang kembali niat untuk menanam dananya terutama di negara-negara emerging market. Sehingga, jelasnya Indonesia harus memutar otak untuk stabilisasi jangka menengah.
"Itu memang membuat orang mau investasi ngitung dulu. Kalau ini kecenderungan jangka menengah Indonesia. Apa yang (bisa) dilakukan? Mengurangi impor atau meningkatkan eskpor," pungkasnya.
- Penulis :
- Nani Suherni