Pantau Flash
HOME  ⁄  Ekonomi

Ini Penyebab Nilai GCG Bank Kecil Masih Tinggi

Oleh Nani Suherni
SHARE   :

Ini Penyebab Nilai GCG Bank Kecil Masih Tinggi

Pantau.com - Lembaga Pengembangan Perbankan lndonesia (LPPl) mencatat Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata Good Corporate Governance (GCG) industri perbankan nasional adalah 2,05. Nilai tersebut masuk ke dalam Peringkat Komposit Baik.

Bila berdasarkan kategori BUKU (Bank Umum Kelompok Usaha), maka BUKU 1 (bank modal inti dibawah Rp 1 triliun) rata-ratanya 2,23, BUKU 2 (bank modal inti dibawah Rp 5 triliun) mendapatkan nilai rata-rata 2,10, nilai tersebut cukup jauh dari BUKU 4 yang nilai rata-ratanya 1,25.

"Tadi bank kecil yang ratingnya rendah itu karena (faktor) kesiapan mereka," ujar Direktur Utama Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Hartadi A Sarwono, saat ditemui dalam sebuah acara di Hotel Pullman, Jakarta Pusat, Selasa (31/7/2018).

Baca juga: 'Gerah' Hadapi Depresiasi Rupiah, Jokowi: Saya Tak Mau Bolak-balik Rapat

Mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia ini juga menilai ketentuan GCG bagi perbankan ini sudah cukup bagus jika seluruh industri perbankan menerapkannya. Terutama dari sisi Sumber Daya Manusia (SDM)-nya. 

"Sebetulnya standarnya ketentuan GCG buat bank udah sangat bagus. Kalau dilaksanakan sudah cukup, tapi belum semua bank terutama yang kecil-kecil mempersiapkan organisasi, kesiapan dari SDMnya itu belum. Sehingga memang keliatan bedanya disana," ungkapnya

"Iya SDM nanti dia aware,  dan kemudian melaksanakan ketentuan di GCG. Jadi itu yang diharapkan oleh kita," imbuhnya.

Selain itu juga berkaitan dengan pemodalan. Apalagi untuk proses berpindah ke digitalisasi investasi di bidang informasi dan teknologi (IT) dinilainya memang cukup tinggi. 

Baca juga: Terkuak! Ini Alasan Harga Mutiara Bisa Meroket

"Dari size bisnis mereka terutama. Jadi kita harus tahu, bahwa untuk investasi di IT itu is very costly.  Bukan saja di hardware software tapi juga pada SDMnya. Sehingga ada tahapan yang memang harus dilalui oleh bank kecil untuk masuk ke dalam digital banking," ungkapnya

"Jadi enggak bisa ujug-ujug ikut. Sekarang saja banyak yang belum punya kertas, karena untuk mengeluarkan kartu kredit harus debit screen sendiri. Itu ada bank-bank yang belum begitu. Nah, itu dia tidak bisa kalau tahun siapkan mengeluarkan kartu kredit dari bank, itu belum tentu. Karena harus menyiapkan IT dan lain sebagainya," pungkasnya.

3. Penyesuaian Governance Process 

Menurutnya, perlu melihat kembali governance process apakah sudah beradaptasi dengan perubahan proses bisnis dan model bisnis yang terus berubah.

"Proses dan mekanisme pengambilan keputusan perlu ditata ulang. Teknologi informasi menjadi faktor penting dalam men supply data/informasi untuk pengambilan keputusan yang cepat dan akurat dengan mempertimbangkan suarabstakeholders dan pengambilan keputusan yang sesuai dengan kaidah governance," paparnya.

Kemudian tantangan lainnya yakni menguatkan manajemen risiko di tengah bisnis yang sifatnya bergejolak (volatility), tidak pasti (uncertainty), rumit (complexity), dan kabur (ambiguity).

"Manajemen risiko diIakukan secara melekat pada setiap proses bisnis dan monitoring dilakukan daily basis yang tidak lagi membutuhkan laporan berkala dan rapat yang lama karena setiap hari dimonitor," tambahnya.

Baca juga: Berani Palsukan Dokumen PNBP? Awas Ini Sanksinya

Dalam konteks manajemen risiko menurutnya, hal yang tidak kalah penting adalah risiko keamanan data (cybersecurity). Cybersecurity bukanlah sebuah technical issue. Cybersecurity adalah management dan leadership issue, yakni harus menjadi perhatian dari level manajemen karena peran dan dampaknya yang strategis.

Ia menambahkan, dari sisi assurance, baik yang dilakukan oleh audit internal maupun OJK, cara pandang dan pendekatan audit yang dilakukan memerlukan adaptasi terhadap dinamika yang ada.

"Hal ini akan berdampak tidak hanya pada jenis dan model audit yang dilaksanakan, namun juga membutuhkan skills dan metodologi tersendiri," paparnya. 

Ahman mengungkapkan, Survey The Institute of Internal Audit (IIA) Global, 2017, menyatakan critical thinking, communication, collaboration, persuasion, professional ethics, dan understanding the audit process adalah skills utama audit di era transformasi digital yang seharusnya dimiliki oleh para penyedia asuransi.

Penulis :
Nani Suherni