billboard mobile
Pantau Flash
HOME  ⁄  Ekonomi

Sri Mulyani Paparkan Tantangan Ekonomi dan Kebijakan Fiskal di Sidang Paripurna DPR

Oleh Aditya Andreas
SHARE   :

Sri Mulyani Paparkan Tantangan Ekonomi dan Kebijakan Fiskal di Sidang Paripurna DPR
Foto: Menteri Keuangan, Sri Mulyani. (foto: tangkapan layar)

Pantau - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan berbagai tantangan ekonomi global dan domestik yang dihadapinya selama satu dekade.

Dalam Rapat Paripurna DPR ke-17, Sri Mulyani menyoroti berbagai tantangan besar, termasuk tensi geopolitik seperti perang Rusia-Ukraina dan ketegangan di Timur Tengah serta Asia, yang menyebabkan disrupsi rantai pasok global.

"Sebagai negara dengan perekonomian terbuka, Indonesia tidak terlepas dari dinamika global dan nasional serta berbagai guncangan yang tidak mudah dan harus diwaspadai dalam 10 tahun terakhir," kata Sri Mulyani di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (20/5/2024).

Ia juga mencatat, dampak pandemi Covid-19 dan perubahan iklim sebagai ancaman besar yang mempengaruhi perekonomian nasional.

Menyinggung sejarah tantangan ekonomi, Sri Mulyani mengingatkan krisis global di Amerika Serikat dan Eropa pada 2008-2009 yang hampir melumpuhkan sistem keuangan dunia. 

Krisis ini menyebabkan kontraksi ekonomi global hingga 0,14%, kontraksi pertama sejak Depresi Hebat 1932.

"Pada Oktober 2008, imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) Indonesia dengan tenor 10 tahun melonjak sangat tinggi hingga 21%, sementara Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun tajam 50%," ungkapnya.

Meski begitu, Indonesia berhasil melakukan penyesuaian kebijakan ekonomi makro dan fiskal, sehingga mampu tumbuh 4,6% pada 2009.

Lebih lanjut, Sri Mulyani menyampaikan tantangan ekonomi baru yang muncul ketika The Fed dan Eropa mulai mengetatkan kebijakan moneter pada 2013. 

Arus modal keluar dari negara berkembang, termasuk Indonesia, menyebabkan depresiasi nilai tukar dan ancaman terhadap stabilitas ekonomi.

"Indonesia dengan defisit transaksi berjalan di atas 3% pada tahun 2013 dianggap rapuh, masuk dalam kelompok 'the fragile 5' bersama Turki, Brasil, Afrika Selatan, dan India," ujarnya.

Dalam kondisi tersebut, Bank Indonesia terpaksa menaikkan suku bunga hingga 7,75% pada akhir 2014 untuk menjaga stabilitas. Hal ini menimbulkan tekanan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Sri Mulyani menegaskan bahwa kebijakan ekonomi makro dan kebijakan fiskal sering kali harus menghadapi faktor-faktor di luar kendali pemerintah. 

Sehingga, lanjutnya, membutuhkan perubahan dan manuver kebijakan yang hati-hati untuk mempertahankan momentum pertumbuhan, stabilitas, dan keberlanjutan fiskal.

Kerangka KEM-PPKF 2025, lanjut Sri Mulyani, disusun dalam masa transisi dari pemerintahan Presiden Jokowi ke pemerintahan Presiden Terpilih Prabowo Subianto. 

Kebijakan fiskal yang kokoh akan menjadi fondasi untuk menghadapi tantangan musiman dan mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.

"KEM-PPKF harus mampu mengidentifikasi, memahami, bahkan mengantisipasi tantangan dan perubahan tersebut, sehingga kita dapat merumuskan kebijakan ekonomi makro dan merancang instrumen kebijakan fiskal yang tepat untuk menghadapinya," tegasnya.

Penulis :
Aditya Andreas
FLOII Event 2025

Terpopuler