
Pantau - Suku bunga Bank Indonesia (BI) atau BI-Rate diteropong bergeming di level 5,75 persen hingga akhir tahun ini. Penerawangan itu datang dari Permata Institute for Economic Research (PIER) PermataBank.
Mengingat ketidakpastian yang terus berlanjut akibat risiko terkait perang dagang dan perang mata uang, kami mempertahankan proyeksi bahwa suku bunga BI akan tetap berada di 5,75 persen hingga akhir tahun 2025.
Head of Macroeconomic and Financial Market Research PermataBank Faisal Rachman mengungkapkan hal itu seperti dikutip ANTARA di Jakarta, Kamis (16/1/2025).
Berdasarkan Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada Rabu (15/1), ia mengingatkan pernyataan BI mengenai masih ada ruang untuk pemangkasan suku bunga lebih lanjut pada 2025. Namun, langkah tersebut akan sangat bergantung pada data ekonomi global dan domestik.
Baca juga: BI Pangkas Suku Bunga, Rupiah Lemah ke Arah Rp16.400 per Dolar AS
Selain itu, pasar dan BI juga mengantisipasi bahwa bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed kemungkinan hanya akan memangkas Fed Funds Rate (FFR) sebesar 25 basis point (bps) pada paruh kedua tahun ini, yang akan membuat risiko terhadap stabilitas rupiah tetap tinggi sepanjang tahun.
Lebih jauh, defisit transaksi berjalan (CAD) yang melebar meningkatkan risiko defisit ganda, terutama mengingat kebijakan fiskal yang pro-pertumbuhan (pro-growth) di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto bersamaan dengan latar belakang risiko Trade War 2.0. Hal ini akan semakin membatasi kemampuan BI untuk menurunkan suku bunga kebijakannya.
Adapun PIER memandang keputusan BI pada Rabu (15/1) untuk memangkas suku bunga acuan sebesar 25 bps ke level 5,75 persen sebenarnya tidak terlalu mengejutkan.
Menurut PIER, potensi penurunan suku bunga sudah terlihat sejak RDG BI pada Desember lalu, mengingat indikator inflasi dan permintaan domestik yang masih lemah.
Baca juga: Ekonom Ini Mengaku Terkejut dengan Pemangkasan BI-Rate
“Langkah BI ini sebenarnya sudah seusai dengan view kami sebelumnya, namun pemotongan di Desember (2024) tertunda ke Januari (2025),” kata Chief Economist PermataBank sekaligus Head of PIER Josua Pardede saat dihubungi secara terpisah.
Josua mengatakan bahwa meskipun rupiah memang cenderung melemah pada Januari 2025, namun ini merupakan fenomena global karena dolar AS menguat hampir ke semua mata uang dunia.
“Tekanan pada stabilitas rupiah masih ada sejalan dengan ketidakpastian global yang tetap berlangsung, tapi menurut BI sudah mulai dapat terukur dan terkendali,” kata dia.
Namun, di satu sisi, ujar Josua, risiko pada sisi pertumbuhan ekonomi semakin meningkat. Pertumbuhan ekonomi tahun 2025 kemungkinan akan tertekan baik dari faktor dalam maupun luar negeri. Dari luar negeri, risiko Trade War 2.0 akan berisiko menurunkan kinerja ekspor Indonesia.
Baca juga: Pemangkasan BI-Rate Dinilai Jadi Obat Stagnasi Daya Beli
Sementara, dari dalam negeri, risiko pelemahan tingkat permintaan akan berlanjut, seperti yang terindikasi dari inflasi yang sangat rendah mendekati batas bawah target sasaran atau menunjukkan lemahnya tingkat permintaan.
- Penulis :
- Ahmad Munjin