
Pantau - Anggota Komisi XI DPR RI, Andi Yuliani Paris, mengkritisi maraknya pinjaman online (pinjol) yang kini mencapai nilai total Rp137 triliun.
Ia menilai kemudahan akses dan minimnya persyaratan menjadi faktor utama bertambahnya jumlah pinjol yang diminati masyarakat, termasuk kelompok pendidik seperti guru.
“Pinjaman online sangat mudah diakses, hanya memerlukan KTP atau data sederhana lainnya. Sayangnya, ini membuka peluang bagi manipulasi data, seperti usia dan pendapatan,” ujar Andi dalam keterangannya di Gedung DPR RI, Selasa (21/1/2025).
Andi menegaskan, pentingnya peran aktif Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam mengawasi pinjaman online, terutama yang ilegal, serta melakukan edukasi kepada masyarakat.
Ia meminta OJK mempublikasikan daftar resmi penyedia pinjaman yang terdaftar guna mencegah masyarakat menjadi korban pinjol ilegal.
Baca Juga: Komisi XI DPR Sebut Masalah Pinjol Terjadi Akibat Rendahnya Literasi Keuangan
“Edukasi ini penting, terutama untuk masyarakat kelas bawah yang rentan menjadi korban penyalahgunaan,” tambahnya.
Menurut Andi, tingginya penggunaan pinjaman online, bahkan di kalangan guru, menunjukkan bahwa kebutuhan finansial mendesak membuat orang memilih solusi instan tanpa mempertimbangkan risiko.
Oleh karena itu, ia mendorong OJK memperketat persyaratan pinjaman, tidak hanya dengan syarat KTP, usia, atau pendapatan, tetapi juga melalui proses verifikasi tambahan.
“Perlu ada regulasi yang lebih jelas, misalnya batas pembelian atau pinjaman yang disesuaikan dengan pendapatan, serta penjelasan tentang bunga yang harus dibayar,” ujarnya.
Andi juga menyoroti praktik ‘beli dulu bayar belakangan’ atau pay-later yang semakin marak digunakan. Ia mengingatkan, skema tersebut pada dasarnya sama dengan meminjam uang dan berpotensi menjerumuskan masyarakat ke dalam beban utang yang tidak terkendali.
“OJK harus memastikan ada transparansi terkait bunga dan risiko dari layanan seperti ini,” pungkasnya.
- Penulis :
- Aditya Andreas