
Pantau - Tanggal 24 September 2025 diperingati sebagai Hari Tani Nasional, menjadi momen penting untuk merenungkan kembali keberlanjutan sistem pertanian di Indonesia sebagai fondasi utama ketahanan pangan nasional.
Istilah sustainability atau keberlanjutan semakin sering terdengar dalam berbagai diskusi pembangunan, namun tanpa pemahaman mendalam, istilah ini berisiko menjadi sekadar jargon atau tren wacana semata.
Keberlanjutan sejatinya adalah proses yang harus terus berjalan, sebagaimana matahari yang selalu terbit setiap pagi.
Demikian pula kebutuhan pangan manusia yang tidak pernah berhenti, sehingga sistem pertanian harus mampu menopang pemenuhan pangan lintas generasi.
Dalam konteks pertanian, keberlanjutan berarti menjaga agar proses produksi pangan terus berlangsung dari waktu ke waktu tanpa merusak sumber daya alam dan tetap memperhatikan kesejahteraan pelaku usahanya.
Tujuan akhirnya adalah agar masyarakat Indonesia selalu memiliki cukup pangan, tidak hanya hari ini tetapi juga di masa depan.
Tiga Pilar Utama Keberlanjutan Pertanian
Terdapat tiga pilar penting yang menjadi fondasi keberlanjutan pertanian: faktor produksi, pelaku usaha tani, dan keuntungan usaha tani.
Pertama, keberlanjutan faktor produksi mencakup ketersediaan lahan pertanian yang cukup, kesuburan tanah yang terus dijaga, ketersediaan air, dan kelayakan usaha tani dari sisi ekonomi.
Kedua, keberlanjutan pelaku usaha pertanian bergantung pada ketersediaan tenaga kerja di sektor pertanian, kemauan petani untuk tetap berproduksi, serta kemampuan mereka bertahan menghadapi persaingan dari sektor usaha lain.
Ketiga, keberlanjutan keuntungan usaha tani menjadi aspek yang tak kalah penting.
Keuntungan adalah motivasi utama bagi petani agar terus menjalankan aktivitas bertani.
Tanpa profit yang memadai, semangat petani bisa luntur dan mereka berpotensi meninggalkan sektor ini.
Risiko Guncangan Pangan jika Keberlanjutan Terabaikan
Sejarah mencatat bahwa berbagai sektor bisnis bisa lenyap seiring perkembangan zaman, seperti bisnis pita kaset yang dahulu berjaya namun kini hilang.
Dunia pertanian tidak boleh mengalami nasib serupa.
Jika sumber daya pertanian rusak atau petani berhenti berproduksi, sistem pangan nasional dapat terguncang dan berdampak luas terhadap masyarakat.
Pilar keuntungan usaha tani harus mendapat perhatian semua pihak, termasuk konsumen sebagai penerima akhir produk pertanian.
Harga produk pertanian lokal yang sedikit lebih tinggi dibandingkan impor harus dilihat dalam konteks biaya produksi yang juga lebih tinggi di dalam negeri.
Kesadaran kolektif masyarakat sangat dibutuhkan agar pertanian tetap menjadi sektor strategis yang mampu bertahan dan berkembang demi masa depan bangsa.
- Penulis :
- Aditya Yohan