
Pantau - Perum Bulog resmi merevitalisasi eks Gudang Goro di Kelapa Gading, Jakarta Utara, menjadi kawasan bisnis modern bernama Biloft yang menghadirkan sentra kuliner dan gaya hidup sebagai bagian dari transformasi aset negara menjadi sumber nilai tambah nasional.
Biloft Diharapkan Jadi Ikon Bulog Business District Nasional
Direktur Utama Perum Bulog, Ahmad Rizal Ramdhani, menyatakan bahwa revitalisasi ini merupakan bentuk pemberdayaan aset negara untuk keuntungan bangsa.
"Pemberdayaan aset ini semua kembali untuk keuntungan bangsa dan negara. Nanti yang menangani manajemen Biloft ini saya minta betul-betul all out. Semoga ini menjadikan sentra Bulog Business District", ungkap Rizal.
Bulog saat ini memiliki total aset senilai Rp53 triliun yang ditargetkan dapat dimanfaatkan secara maksimal, transparan, dan sesuai aturan hukum.
Biloft diharapkan menjadi ikon kawasan bisnis modern milik Bulog yang dapat diperluas ke berbagai daerah di Indonesia.
Konsep kawasan mencakup pusat pangan, kuliner, gaya hidup, serta investasi strategis nasional.
Bulog membuka peluang kolaborasi dengan pengusaha nasional, termasuk UMKM, untuk menghidupkan aset-aset yang belum tergarap secara optimal.
Skema kerja sama dilakukan berdasarkan regulasi dari Kementerian Keuangan agar tetap sesuai prosedur dan tidak menyalahi hukum.
Karena merupakan lokasi gudang beras terbesar di Indonesia, kawasan Biloft juga akan dijaga sebagai objek vital nasional dengan dukungan dari TNI dan Polri.
Dukung UMKM dan Investor, Pendapatan Biloft Bantu Bayar Pajak Aset Bulog
Direktur Bisnis Perum Bulog, Febby Novita, menjelaskan bahwa nama Biloft merupakan singkatan dari Bulog Lifestyle Opportunity Food and Territory.
Biloft dibangun di atas lahan seluas 4 hektare, dengan 2 hektare yang telah dimanfaatkan untuk bisnis kuliner dan gaya hidup, sementara sisanya akan dikembangkan lebih lanjut.
Fasilitas baru yang direncanakan termasuk pusat kuliner modern, bisnis kreatif, area instagramable, serta tempat nongkrong kekinian.
Potensi pendapatan sewa dari kawasan Biloft diperkirakan mencapai Rp34 miliar per tahun.
Pendapatan tersebut akan digunakan untuk membantu menutup biaya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) atas lahan Bulog di Jakarta, yang totalnya mencapai Rp12 miliar per tahun.
"Kawasan ini 4 hektare, tapi yang bangunannya 2 hektare... total tanah kita di sini dan DKI itu sekitar 53 hektare, bayar PBB-nya aja 53 hektare itu sekitar Rp12 miliar satu tahun, tapi kita kalau kita sewakan lumayan untuk membantu membayar PBB tentunya", jelas Febby.
Pengembangan kawasan Biloft dilakukan secara mandiri tanpa menggunakan dana pemerintah, melainkan melalui kerja sama dengan penyewa dan investor.
Febby juga mengajak seluruh insan Bulog untuk menjadi pemasar aktif perusahaan dengan mempromosikan kawasan dan aset Bulog melalui media sosial.
Hal ini bertujuan agar brand Bulog semakin dikenal luas sebagai institusi modern yang mampu bertransformasi dan bersaing di era saat ini.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf
- Editor :
- Tria Dianti