
Pantau - Direktur Insight Kadin Indonesia Institute, Fakhrul Fulvian, menyatakan bahwa penempatan dana sebesar Rp200 triliun oleh Kementerian Keuangan ke sektor perbankan hanya akan berdampak signifikan terhadap perekonomian jika disalurkan melalui mekanisme pembiayaan produktif dan berbasis pengambilan risiko yang tepat.
Dana Negara Harus Disalurkan Melalui Ekosistem Berbagi Risiko
Menurut Fakhrul, uang negara seharusnya menjadi pemicu keberanian lembaga keuangan untuk menyalurkan pembiayaan ke sektor riil, bukan hanya menambah likuiditas sistem perbankan tanpa arah produktif yang jelas.
"Kita tidak kekurangan uang, yang kita kekurangan adalah keberanian menyalurkannya dengan cara yang sehat. Kalau dana ini hanya berhenti di deposito atau reverse repo, efeknya minimal," ungkapnya.
Fakhrul menekankan pentingnya memperluas pendekatan stimulus fiskal menjadi kolaborasi berbasis risk-sharing ecosystem, yakni kerja sama antara pemerintah, perbankan, lembaga penjamin, dan industri modal ventura.
Menurutnya, saat ini ekosistem pembiayaan di Indonesia masih terlalu bergantung pada perbankan yang cenderung berhati-hati dalam mengambil risiko.
Sementara itu, lembaga pembiayaan berbasis ekuitas seperti modal ventura belum diberdayakan secara sistemik.
"Modal ventura bisa menjadi lapisan keberanian di sistem keuangan kita. Bank menjaga likuiditas, pemerintah menanggung sebagian risiko, dan venture capital menyalurkan dana ke sektor inovatif. Itu sebabnya industri modal ventura perlu dilihat bukan sebagai sektor kecil, tapi sebagai missing middle antara kebijakan fiskal dan dunia usaha," jelasnya.
Modal ventura dianggap berperan penting untuk membiayai sektor-sektor yang punya potensi pertumbuhan tinggi namun belum sepenuhnya bankable, seperti agrikultur modern, industri hijau, logistik, dan pengolahan daerah.
Fakhrul menilai bahwa jika sebagian kecil dari dana Rp200 triliun diarahkan ke skema kolaboratif dengan modal ventura, maka efek pengganda terhadap pertumbuhan ekonomi akan jauh lebih besar dibanding penyaluran kredit secara konvensional.
Regulasi Perlu Direformasi Agar Venture Capital Tumbuh dari Bawah
Lebih lanjut, Fakhrul mendorong adanya reformasi regulasi agar industri modal ventura dapat menjadi kanal resmi pembangunan nasional.
Ia mengusulkan penerapan model tiered licensing, yaitu sistem perizinan bertingkat yang memungkinkan terbentuknya micro venture fund dengan modal awal Rp5 miliar hingga Rp10 miliar.
"Regulasi kita masih memperlakukan modal ventura seperti lembaga keuangan biasa. Padahal venture capital itu sejatinya mesin keberanian. Kalau lisensinya dibuat bertingkat dan fleksibel, ekosistemnya akan tumbuh dari bawah," ia menjelaskan.
Fakhrul juga menyebut bahwa dengan ekosistem risiko yang jelas dan terbuka, dana milik diaspora serta investor domestik yang saat ini berada di luar negeri bisa terdorong untuk kembali ke Indonesia.
"Kalau ekosistem risikonya jelas, dana diaspora dan investor domestik akan berani kembali ke rumah," ujarnya.
Sebagai perbandingan, ia mencontohkan negara-negara yang telah berhasil menggunakan modal ventura sebagai perpanjangan tangan kebijakan fiskal.
Di Singapura, pemerintah membentuk Heliconia Capital di bawah Temasek Holdings untuk membiayai ekspansi perusahaan menengah nasional.
Korea Selatan memiliki Growth Ladder Fund, dana publik yang disalurkan melalui venture capital swasta untuk mendukung startup dan UKM teknologi.
Sementara di Prancis, pemerintah mengoperasikan Bpifrance, yang menyalurkan dana negara melalui skema co-investment bersama sektor swasta dan bank pembangunan regional.
"Semua negara maju menggabungkan dana negara dengan keberanian pasar. Itulah yang belum kita lakukan," tegasnya.
Ia menyatakan bahwa Indonesia juga dapat menciptakan model serupa yang sesuai dengan konteks nasional.
"Indonesia bisa menciptakan versi kita sendiri, dana Rp200 triliun ini bisa jadi langkah awal membangun arsitektur venture-based development. Di sini peran pengusaha pada umumnya dan Kadin pada khususnya akan muncul, untuk bersama-sama menciptakan lingkungan pembiayaan dan bisnis yang kuat," pungkas Fakhrul.
Dalam penutupnya, ia menegaskan bahwa kebijakan fiskal yang efektif bukan hanya soal percepatan penyerapan dana, tetapi juga tentang bagaimana menyalurkan keberanian ke dalam sistem ekonomi.
"Ketika ini tercapai, pengusaha akan kembali terbuka pikiran akan prospek yang ada dan keberanian untuk memulai akan muncul. Kebijakan fiskal tidak cukup hanya memindahkan dana. Ia harus membentuk penyaluran keberanian untuk memutar perekonomian. Venture capital adalah instrumen keberanian yang bisa diukur, dan di sinilah uang negara bisa benar-benar bekerja," ujarnya.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf