
Pantau.com - Pengamat transportasi Universitas Soegijapranata, Djoko Setijowarno menyatakan, penerapan konsep "transit oriented development" (TOD) yang dilakukan di sejumlah titik di Jabodetabek masih salah kaprah dan kurang sesuai.
"Konsepsi TOD diaplikasikan berbeda dengan konsep yang sebenarnya," kata Djoko Setijowarno.
Djoko memaparkan, TOD yang sebenarnya adalah konsep pengembangan suatu wilayah yang berorientasi transit transportasi yang lebih mengedepankan perpindahan antarmoda transportasi dengan berjalan kaki atau upaya yang tidak menggunakan kendaraan bermotor.
Baca juga: Puisi Sri Mulyani untuk Prabowo Tuai Kritik, INDEF: Ibu Bikin Kita Bingung
Namun di Indonesia, menurut dia, konsep TOD lebih diterjemahkan dalam membangun apartemen dan gedung bisnis di stasiun kereta.
"Kendali TOD di pemerintah atau pemda bukan pebisnis," katanya.
Ia berpendapat bahwa pada saat ini di Jabodetabek, pemerintah hanya berperan dalam pemberian izin bangunan saja. Djoko juga menyoroti mengapa TOD diterjemahkan dengan perlunya ada ruang parkir untuk memfasilitasi kendaraan pribadi warga.
Padahal seharusnya yang diutamakan adalah bagaimana masyarakat dapat berpindah-pindah dengan beragam moda angkutan umum hanya dengan berjalan kaki saja.
Baca juga: Miris Kisah Asep, Korban Pinjaman Online yang Terjerat Bunga Rp19 Juta
Untuk itu, ujar dia, agar konsep TOD bila ingin diterjemahkan ke dalam MRT maka seharusnya manajemen MRT bekerja sama dengan berbagai moda angkutan umum lainnya, seperti bus kota.
Selain itu, dalam kerja sama tersebut, perlu pula dipertimbangkan apakah terdapat akses yang mudah bagi pejalan kaki untuk berpindah, misalnya dari MRT ke moda busway atau transjakarta.
Ia menuturkan bahwa ada banyak negara yang bisa dijadikan acuan untuk penerapan konsep TOD yang tepat, seperti di Hongkong, Singapura, atau Tokyo (Jepang).
- Penulis :
- Nani Suherni