
Pantau - Perdana Menteri (PM) Belanda Mark Rutte meminta maaf di depan umum atas perbudakan oleh negaranya dalam hal perbudakan selama ratusan tahun di sejumlah negara.
Rutte meminta maaf karena perbudakan adalah jenis kejahatan terhadap kemanusiaan. Hal ini ia sampaikan dalam rangka hampir 150 tahun berakhirnya perbudakan di beberapa koloni luar negeri Belanda.
Rutte menyampaikan permintaan maafnya ke beberapa koloni Belanda, seperti Suriname, pulau-pulau Curacao, Aruba di Karibia, hingga Indonesia bagian timur.
Perdana Menteri Aruba, Evelyn Wever-Croes menerima permintaan maaf tersebut. Namun demikian, negara lain seperti pulau Sint Maarten, mengatakan tidak akan menerima permintaan maaf Belanda.
"Hari ini atas nama pemerintah Belanda, saya meminta maaf atas tindakan negara Belanda di masa lalu," kata Rutte dalam pidatonya, mengulangi permintaan maaf dalam bahasa Inggris, Papiamento dan Sranan Tongo, bahasa yang digunakan di Kepulauan Karibia dan di Suriname.
"Negara Belanda di Belanda memikul tanggung jawab atas penderitaan besar yang menimpa orang-orang yang diperbudak dan keturunan mereka," lanjut Rutte kepada audiensi di Arsip Nasional di Den Haag.
Rutte menyebut dirinya beserta warga negara Belanda yang hidup saat ini hanya bisa meminta maaf dan mengutuk perbudakaan yang pernah negara mereka lakukan ratusan tahun silam. Dia menekankan perbudakan merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan.
"Kami, yang hidup di sini dan sekarang, hanya bisa mengakui dan mengutuk perbudakan dalam istilah yang paling jelas sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan," ujar dia.
Sementara itu, Rutte dalam pidatonya mengatakan bahwa memilih momen yang tepat untuk meminta maaf adalah masalah yang rumit.
"Tidak ada satu waktu yang tepat untuk semua orang, tidak satu kata yang tepat untuk semua orang, tidak satu tempat yang tepat untuk semua orang," imbuhnya.
Rutte meminta maaf karena perbudakan adalah jenis kejahatan terhadap kemanusiaan. Hal ini ia sampaikan dalam rangka hampir 150 tahun berakhirnya perbudakan di beberapa koloni luar negeri Belanda.
Rutte menyampaikan permintaan maafnya ke beberapa koloni Belanda, seperti Suriname, pulau-pulau Curacao, Aruba di Karibia, hingga Indonesia bagian timur.
Perdana Menteri Aruba, Evelyn Wever-Croes menerima permintaan maaf tersebut. Namun demikian, negara lain seperti pulau Sint Maarten, mengatakan tidak akan menerima permintaan maaf Belanda.
"Hari ini atas nama pemerintah Belanda, saya meminta maaf atas tindakan negara Belanda di masa lalu," kata Rutte dalam pidatonya, mengulangi permintaan maaf dalam bahasa Inggris, Papiamento dan Sranan Tongo, bahasa yang digunakan di Kepulauan Karibia dan di Suriname.
"Negara Belanda di Belanda memikul tanggung jawab atas penderitaan besar yang menimpa orang-orang yang diperbudak dan keturunan mereka," lanjut Rutte kepada audiensi di Arsip Nasional di Den Haag.
Rutte menyebut dirinya beserta warga negara Belanda yang hidup saat ini hanya bisa meminta maaf dan mengutuk perbudakaan yang pernah negara mereka lakukan ratusan tahun silam. Dia menekankan perbudakan merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan.
"Kami, yang hidup di sini dan sekarang, hanya bisa mengakui dan mengutuk perbudakan dalam istilah yang paling jelas sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan," ujar dia.
Sementara itu, Rutte dalam pidatonya mengatakan bahwa memilih momen yang tepat untuk meminta maaf adalah masalah yang rumit.
"Tidak ada satu waktu yang tepat untuk semua orang, tidak satu kata yang tepat untuk semua orang, tidak satu tempat yang tepat untuk semua orang," imbuhnya.
- Penulis :
- khaliedmalvino