billboard mobile
Pantau Flash
HOME  ⁄  Geopolitik

China Bantah Negosiasi Tarif dengan AS, Tegaskan Sikap Melawan Perang Dagang

Oleh Gian Barani
SHARE   :

China Bantah Negosiasi Tarif dengan AS, Tegaskan Sikap Melawan Perang Dagang
Foto: China membantah adanya negosiasi tarif dengan AS dan menegaskan sikap kerasnya dalam menghadapi perang dagang(Sumber: ANTARA/Desca Lidya Natalia.)

Pantau - Pemerintah China membantah adanya negosiasi dengan Amerika Serikat (AS) terkait tarif dagang yang diberlakukan Presiden AS Donald Trump, menegaskan bahwa AS harus berhenti menciptakan kebingungan.

Sikap Tegas China terhadap Perang Dagang

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Guo Jiakun, mengatakan "China dan AS tidak melakukan konsultasi atau negosiasi apa pun mengenai tarif. AS harus berhenti menciptakan kebingungan".

Pernyataan ini muncul setelah Presiden Donald Trump pada Kamis (24/4/2025) menyatakan bahwa pembicaraan perdagangan antara AS dan China sedang berlangsung tanpa menyebutkan pihak yang terlibat.

Guo Jiakun menegaskan bahwa perang tarif dimulai dari AS dan posisi China tetap konsisten untuk melawan kebijakan tersebut.

Jika AS ingin membuka dialog, Guo menekankan bahwa perundingan harus dilakukan berdasarkan prinsip kesetaraan, rasa hormat, dan saling menguntungkan.

Isu Fentanil dan Tindakan Balasan China

Terkait isu fentanil, Guo Jiakun menyebut "Fentanil adalah masalah AS, bukan China, AS sendiri yang bertanggung jawab untuk menyelesaikannya".

Guo menambahkan bahwa meskipun China menunjukkan niat baik, AS tetap mengenakan tarif terhadap produk impor China dengan dalih isu fentanil.

"Ini adalah intimidasi menyeluruh, dan sangat merusak dialog dan kerja sama dalam pemberantasan narkotika," ujar Guo.

Pemerintahan Donald Trump diketahui mengenakan tarif hingga 245 persen terhadap barang-barang impor dari China.

Sebagai balasan, China menerapkan tarif sebesar 125 persen terhadap produk-produk dari AS.

Meskipun Trump memberikan jeda tarif selama 90 hari kepada negara lain untuk bernegosiasi, China tetap menjadi pengecualian dan merespons dengan kenaikan tarif tambahan, pembatasan ekspor mineral tanah jarang, serta pengajuan tuntutan terhadap AS di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan bahwa akibat perang tarif ini, pertumbuhan ekonomi global pada 2025 hanya akan mencapai 2,8 persen.

Penulis :
Gian Barani