
Pantau - Kuasa hukum Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe, OC Kaligis meminta majelis hakim mengubah status terdakwa sebagai tahanan kota lantaran sakit. Permintaan ini disampaikan OC Kaligis saat pembacaan pengajuan keberatan alias eksepsi atas dakwaan jaksa KPK terkait kasus suap dan gratifikasi sejumlah Rp46,8 miliar.
"Kami penasihat hukum memohon agar penahanan Lukas Enembe, karena sakit dialihkan ke penahanan kota," kata OC Kaligis dalam persidangan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (19/6/2023).
OC Kaligis menuturkan, kliennya akan semakin mudah diobati jika statusnya diubah menjadi tahanan kota. OC Kaligis juga menyebut, permontaan itu sudah diajukan pada Jumat (9/6/2023).
"Sehingga mudah melakukan pengobatan sebagaimana surat permohonan yang telah kami masukkan pada tanggal 9 Juni 2023 melalui Kepaniteraan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat," ujarnya.
OC Kaligis juga meminta pemeriksaan terhadap Lukas dilakukan secara offline dan didampingi dokter. Dia mengungkapkan, permohonan ersebut juga sudah dikirimkan ke PN Jakpus.
"Selanjutnya kami juga mohon agar pemeriksaan terhadap Lukas Enembe dilakukan secara offline dan pemeriksaan Terdakwa Lukas Enembe didampingi dokter sebagaimana surat permohonan yang telah kami masukkan pada tanggal 8 Juni 2023," ucapnya.
Diketahui, Lukas Enembe didakwa menerima suap dan gratifikasi berjumlah Rp46,8 miliar. Jaksa menuturkan, suap dan gratifikasi itu diterima dalam bentuk uang tunai dan pembangunan atau perbaikan aset milik Lukas.
“Yang melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan menerima hadiah atau janji, yaitu menerima hadiah yang keseluruhannya Rp46.843.485.350 (Rp46,8 miliar),” kata jaksa saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Senin (12/6/2023).
Jaksa mengatakan Lukas menerima uang Rp10,4 miliar dari Piton Enumbi selaku pemilik PT Melonesia Mulia. Kemudian, Lukas juga menerima Rp35,4 miliar dari Rijatono Lakka selaku Direktur PT Tabi Anugerah Pharmindo.
“Dengan rincian sebesar Rp10.413.929.500 (Rp10,4 miliar) dari Piton Enumbi selaku Direktur sekaligus pemilik PT Melonesia Mulia PT Lingge-lingge, PT Astrad Jaya serta PT Melonesia Cahaya Timur dan sebesar Rp35.429.555.850 (Rp35,4 miliar) dari Rijatono Lakka selaku Direktur PT Tabi Anugerah Pharmindo, Direktur PT Tabi Bangun Papua sekaligus pemilik CV Walibu,” kata jaksa.
Jaksa menyebut suap itu diberikan agar Lukas selaku Gubernur Papua memenangkan perusahaan yang digunakan Piton Enumbi dan Rijantono dalam proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemprov Papua. Jaksa mengatakan suap itu terjadi pada 2018.
Atas perbuatannya, Lukas didakwa Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP dan pasal 12B UU Pemberantasan Korupsi.
"Kami penasihat hukum memohon agar penahanan Lukas Enembe, karena sakit dialihkan ke penahanan kota," kata OC Kaligis dalam persidangan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (19/6/2023).
OC Kaligis menuturkan, kliennya akan semakin mudah diobati jika statusnya diubah menjadi tahanan kota. OC Kaligis juga menyebut, permontaan itu sudah diajukan pada Jumat (9/6/2023).
"Sehingga mudah melakukan pengobatan sebagaimana surat permohonan yang telah kami masukkan pada tanggal 9 Juni 2023 melalui Kepaniteraan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat," ujarnya.
OC Kaligis juga meminta pemeriksaan terhadap Lukas dilakukan secara offline dan didampingi dokter. Dia mengungkapkan, permohonan ersebut juga sudah dikirimkan ke PN Jakpus.
"Selanjutnya kami juga mohon agar pemeriksaan terhadap Lukas Enembe dilakukan secara offline dan pemeriksaan Terdakwa Lukas Enembe didampingi dokter sebagaimana surat permohonan yang telah kami masukkan pada tanggal 8 Juni 2023," ucapnya.
Diketahui, Lukas Enembe didakwa menerima suap dan gratifikasi berjumlah Rp46,8 miliar. Jaksa menuturkan, suap dan gratifikasi itu diterima dalam bentuk uang tunai dan pembangunan atau perbaikan aset milik Lukas.
“Yang melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan menerima hadiah atau janji, yaitu menerima hadiah yang keseluruhannya Rp46.843.485.350 (Rp46,8 miliar),” kata jaksa saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Senin (12/6/2023).
Jaksa mengatakan Lukas menerima uang Rp10,4 miliar dari Piton Enumbi selaku pemilik PT Melonesia Mulia. Kemudian, Lukas juga menerima Rp35,4 miliar dari Rijatono Lakka selaku Direktur PT Tabi Anugerah Pharmindo.
“Dengan rincian sebesar Rp10.413.929.500 (Rp10,4 miliar) dari Piton Enumbi selaku Direktur sekaligus pemilik PT Melonesia Mulia PT Lingge-lingge, PT Astrad Jaya serta PT Melonesia Cahaya Timur dan sebesar Rp35.429.555.850 (Rp35,4 miliar) dari Rijatono Lakka selaku Direktur PT Tabi Anugerah Pharmindo, Direktur PT Tabi Bangun Papua sekaligus pemilik CV Walibu,” kata jaksa.
Jaksa menyebut suap itu diberikan agar Lukas selaku Gubernur Papua memenangkan perusahaan yang digunakan Piton Enumbi dan Rijantono dalam proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemprov Papua. Jaksa mengatakan suap itu terjadi pada 2018.
Atas perbuatannya, Lukas didakwa Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP dan pasal 12B UU Pemberantasan Korupsi.
- Penulis :
- khaliedmalvino