
Pantau - Universitas Gadjah Mada (UGM) resmi memecat seorang guru besar Fakultas Farmasi berinisial EM setelah terbukti melakukan kekerasan seksual terhadap sejumlah mahasiswa.
Keputusan pemecatan ini diambil berdasarkan hasil pemeriksaan internal yang dilakukan oleh Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) UGM.
Sekretaris Universitas Gadjah Mada, Andi Sandi, menyatakan bahwa EM telah terbukti melanggar peraturan rektor dan kode etik dosen.
"Pimpinan UGM sudah menjatuhkan sanksi kepada pelaku berupa pemberhentian tetap dari jabatan sebagai dosen. Penjatuhan sanksi ini dilaksanakan sesuai dengan peraturan kepegawaian yang berlaku".
Kronologi dan Proses Pemeriksaan
Pemecatan EM ditetapkan melalui Keputusan Rektor UGM Nomor 95/UN1.P/KPT/HUKOR/2025 pada tanggal 20 Januari 2025.
Kasus ini pertama kali mencuat setelah adanya laporan yang masuk ke Fakultas Farmasi pada Juli 2024.
Satgas PPKS UGM langsung memberikan pendampingan kepada korban dan membentuk Komite Pemeriksa melalui Keputusan Rektor Nomor 750/UN1.P/KPT/HUKOR/2024.
Pemeriksaan terhadap kasus ini berlangsung sejak 1 Agustus hingga 31 Oktober 2024.
Tindakan kekerasan seksual dilakukan EM dengan modus pendekatan akademik seperti bimbingan, diskusi, serta pertemuan di luar kampus.
"Ada diskusi, ada bimbingan, ada juga pertemuan di luar untuk membahas kegiatan-kegiatan ataupun lomba yang sedang diikuti".
Komite memeriksa keterangan korban secara terpisah, mendengarkan penjelasan terlapor dan saksi, serta menelaah berbagai bukti pendukung.
Total ada sekitar 13 orang saksi dan korban yang diperiksa dalam proses tersebut.
"Saksi dan korban ada sekitar 13 orang yang diperiksa. Tetapi kalau ditanya apakah ini seluruhnya mahasiswa ataupun ada juga tendik (tenaga pendidik) dosen, kami tidak melihat detail itu".
EM dinyatakan melanggar Pasal 3 ayat (2) huruf l dan m Peraturan Rektor UGM Nomor 1 Tahun 2023 serta kode etik dosen.
Sanksi, Komitmen Kampus, dan Wewenang Pemerintah
Sebagai tindakan awal, EM dibebastugaskan dari semua aktivitas tri dharma perguruan tinggi dan dicopot dari jabatannya sebagai Ketua Cancer Chemoprevention Research Center (CCRC) pada 12 Juli 2024.
Keputusan ini diambil demi menjaga ruang aman bagi korban dan lingkungan kampus meskipun pemeriksaan masih berlangsung saat itu.
"UGM melalui Satgas PPKS UGM terus memberikan pelayanan, perlindungan, pemulihan, dan pemberdayaan pada korban sesuai dengan kebutuhan para korban".
Meskipun EM telah diberhentikan dari jabatan dosen, status guru besarnya belum dicabut karena hal tersebut berada di bawah kewenangan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi.
"Status guru besar itu diajukan kepada pemerintah, khususnya kementerian. SK-nya dikeluarkan oleh Kementerian. Jadi, kalau kemudian guru besarnya ingin dicabut, keputusannya juga harus dikeluarkan oleh kementerian".
Jabatan akademik seperti lektor kepala dan guru besar merupakan kewenangan kementerian, berbeda dengan jabatan lektor atau asisten ahli yang dapat ditetapkan oleh universitas.
" Kami di UGM diminta untuk memeriksa, hasil laporan akan kami sampaikan kepada kementerian".
UGM menegaskan komitmennya menciptakan lingkungan kampus yang aman dari kekerasan seksual melalui langkah-langkah sistemik.
Salah satu langkah penting yang sudah dilakukan adalah pembentukan Satgas PPKS sejak September 2022.
Kebijakan internal UGM telah diselaraskan dengan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021.
"Berbagai kebijakan yang disusun, diterapkan, dan dilaksanakan dengan berpegang pada prinsip bahwa kampus idealnya adalah ruang yang kondusif dan aman dari berbagai praktik kekerasan".
- Penulis :
- Pantau Community