
Pantau - Peneliti Globalingua Study Center (GSC) Syekh Samir Basim Arfan Azzuhri menilai, rekonsiliasi dua faksi politik Palestina yang sudah berseteru lama, Hamas dan Fatah di Beijing, China, diprediksi tak bakal membuahkan hasil signifikan.
"Tidak mungkin terjadi, karena itu sudah diusahakan bertahun-tahun dari sebelumnya, masalah terbesarnya ada dua," ujar Syekh Samir Basim kepada Pantau.com, Rabu (24/7/2024).
Dia menyebutkan, pertama, perspektif Fatah dan Hamas terhadap Israel berbeda. Hamas, kata Samir, jelas menggangap Israel penjajah dan musuh, sementara tidak dengan Fatah.
"Lalu yang kedua, cara mereka bergaul dengan masyarakat Palestina juga berbeda. Hamas hidup dari bawah, hidup dengan rakyat kecil. Sedangkan Fatah semuanya kaya-kaya dan memilik jarak sosial yang sangat lebar dengan rakyatnya di Tepi Barat, apalagi di Gaza? Jadi, sulit sekali untuk mereka bersatu," bebernya.
Sebelumnya, kedua faksi politik Palestina, Hamas dan Fatah, merampungkan perundingan rekonsiliasi intra-Palestina selama tiga hari di Beijing, China.
Pertemuan yang berlangsung sejak Minggu (21/7/2024) dengan dukungan dari pemerintah China ini dihadiri para pejabat tinggi dari kedua kelompok, termasuk wakil ketua Fatah Mahmoud Alloul dan pemimpin politik Hamas Ismael Haniyeh.
"Kami, dalam Gerakan Fatah, terbuka untuk menyelesaikan dan membongkar semua rintangan yang menghalangi rekonsiliasi di bawah kondisi sulit yang dialami perjuangan Palestina seiring dengan perang genosida di Gaza," ujar pemimpin senior Fatah, Abdel Fattah Dawla, dikutip Selasa (23/7/2024).
Silang Pendapat
Silang pendapat yang tajam terkait berbagai isu antara Fatah dan Hamas telah mengakibatkan Tepi Barat dan Gaza yang diduduki secara politis terpecah belah sejak 2007.
Tujuan kedua belah pihak secara efektif sama yaitu menciptakan sebuah negara Palestina di perbatasan 1967, namun mereka tetap terbelah dalam hal sikap mereka terhadap Israel, dengan Fatah yang menganjurkan negosiasi damai daripada perlawanan bersenjata.
Diberitakan sebelumnya, pejabat senior dari dua faksi Palestina yang bersaing, Hamas dan Fatah, dijadwalkan bertemu di Beijing pada Juni 2024 dalam upaya berkelanjutan untuk berdamai.
Delegasi Hamas akan dipimpin oleh ketua politik Hamas yang berbasis di Qatar, Ismail Haniyeh, sedangkan perwakilan Fatah akan dipimpin wakil ketua Mahmud Alul.
Kenapa Berseteru?
Pertemuan ini menyusul persaingan sengit selama bertahun-tahun, yang dimulai sejak tahun 2007 ketika Hamas menguasai Jalur Gaza setelah kemenangan gemilang dalam Pemilu 2006.
Sejak saat itu, kedua kelompok tersebut berjuang untuk berbagi kekuasaan, dengan Hamas menguasai Gaza dan Fatah menguasai Tepi Barat.
Terlepas dari upaya rekonsiliasi dan intervensi yang dilakukan negara-negara Arab di masa lalu, perselisihan pembagian kekuasaan masih terus terjadi.
Peristiwa yang terjadi belakangan ini, termasuk serangan Hamas terhadap Israel dan meningkatnya kekerasan di Tepi Barat, telah menghidupkan kembali seruan rekonsiliasi.
China, yang telah memposisikan dirinya sebagai pemain netral dalam konflik Israel-Palestina, akan menjadi tuan rumah pertemuan mendatang antara Fatah, Hamas, dan pejabat Tiongkok pada 20 dan 21 Juli 2024.
Tujuannya untuk mengakhiri perpecahan internal dan membuka jalan bagi hubungan harmonis antar faksi Palestina di masa depan.
Langkah diplomatik China ini menggarisbawahi komitmennya untuk mengadvokasi solusi dua negara sambil mempertahankan hubungan positif dengan Israel.
- Penulis :
- Khalied Malvino