
Pantau.com - Kaledonia Baru, kepulauan di Pasifik Selatan, pada Minggu (4 November 2018) memilih menolak merdeka dari Prancis dalam penentuan pendapat rakyat, yang sudah lama ditunggu dan menutup 30 tahun dekolonisasi.
Suara "ya" akan menghilangkan pijakan Paris di wilayah Indo-Pasifik, tempat China memperluas kehadirannya, dan merusak kebanggaan bekas kekuatan penjajah, yang pernah membentang dari Karibia, anak benua Sahara di Afrika dan Samudera Pasifik.
Berdasarkan hasil sementara dengan tingkat kesertaan hampir 80 persen suara yang mengatakan tidak mencapai 56,9 persen sekitar pukul 13.00 GMT (20.00 WIB), kata stasiun televisi setempat NC La 1ere di lamannya.
"Rakyat Kaledonia Baru memilih tetap menjadi Prancis. Itu adalah suara percaya kepada Republik Prancis, masa depan dan nilainya," kata Presiden Emmanuel Macron dalam pidatonya di televisi Prancis.
Baca juga: Ketegangan Terjadi saat Kanselir Jerman Soroti Mantel Vladimir Putin, Ada Apa?
Penentuan pendapat rakyat itu merupakan suara pertama yang diadakan di wilayah Prancis sejak Djibouti di Tanduk Afrika memilih merdeka pada 1977.
Pemilih di wilayah tersebut diberi pertanyaan, "apakah anda ingin Kaledonia Baru mendapatkan kedaulatan penuh dan menjadi mandiri?" Macron menyatakan mengerti kekecewaan yang menginginkan merdeka, namun negara Prancis akan menjamin kebebasan, kesetaraan dan persaudaraan untuk semua orang.
"Satu-satunya pecundang adalah godaan penghinaan, perpecahan, kekerasan dan ketakutan. Satu-satunya pemenangialah upaya perdamaian dan semangat berembuk," kata Macron.
Ketegangan berlangsung lama di antara pendukung kemerdekaan pribumi Kanak dengan keturunan pemukim penjajah, yang setia kepada Paris.
Selama dasawarsa belakangan, hubungan kedua kelompok itu meningkat tajam, tapi hasil suara "tidak" jauh di bawah beberapa jajak pendapat awal, yang dapat mendorong nasionalis mencoba membuat referendum baru pada tahun-tahun mendatang.
Sekitar 175.000 dari 280.000 orang, yang tinggal di kepulauan itu, berhak memilih, dengan jajak pendapat pada awal pekan lalu menunjukkan kepulauan tersebut diperkirakan memilih tetap menjadi wilayah Prancis.
Poster menyerukan suara "tidak" mengatakan bahwa "Prancis adalah satu-satunya kesempatan" sementara pendukung kemerdekaan dalam posternya menyerukan memilih "bangsa berkebudayaan majemuk, setia kawan, damai".
Dalam kunjungan ke kepulauan itu pada Mei lalu, Macron mengakui penderitaan akibat penjajahan dan memberi hormat pada upaya bermartabat untuk otonomi, yang dipimpin Kanak. Ia dan pemerintahnya berusaha netral terhadap pemungutan suara tersebut.
Baca juga: Skandal Seks Berkedok Ritual Refleksiologi China ala Mantan Menteri Prancis
Perekonomian Kaledonia Baru didukung oleh bantuan tahunan Prancis sekitar 1,3 miliar euro (22 triliun rupiah lebih), cadangan nikel, yang diperkirakan berjumlah 25 persen dari cadangan dunia, dan pariwisata.
Ia menikmati otonomi luas tapi sangat bergantung pada Prancis untuk hal pertahanan dan pendidikan.
Kaledonia Baru ditemukan oleh penjelajah Inggris, James Cook, yang terletak lebih dari 16.700 kilometer dari Prancis. Ia menjadi jajahan Prancis pada 1853.
Di bawah kekuasaan jajahan, Kanak dibatasi dan dikeluarkan dari banyak perekonomian pulau itu. Pemberontakan pertama pada 1878, tidak lama setelah cadangan besar nikel ditemukan, yang saat ini dimanfaatkan oleh penambang Eramet, anak perusahaan SLN Prancis.
Lebih dari satu abad kemudian, pada pertengahan 1980-an, pertempuran pecah antara pendukung kemerdekaan yang ingin tetap dijajah Prancis, di tengah kemarahan besar atas kemiskinan dan ketiadaan kesempatan kerja.
Pembantaian pada 1988 di gua pulau Ouvea menewaskan 19 pribumi dan dua tentara Prancis serta pembicaraan gencar tentang masa depan pulau itu. Kesepakatan pada 1998 menjanjikan referendum kemerdekaan pada akhir 2018.
Menurut kesepakatan itu, dalam hal muncul suara tidak, dua penentuan pendapat dapat diadakan sebelum 2022.
- Penulis :
- Noor Pratiwi