
Pantau - Presiden Prancis Emmanuel Macron dijadwalkan melakukan kunjungan kenegaraan ke Beijing dan Chengdu pada 3–5 Desember sebagaimana diumumkan oleh Kementerian Luar Negeri China pada Senin 1 Desember.
Kunjungan ini menjadi lawatan kenegaraan keempat Macron ke China dan merupakan kunjungan balasan setelah Presiden Xi Jinping datang ke Prancis tahun sebelumnya dalam rangka memperingati 60 tahun hubungan diplomatik kedua negara.
Macron terakhir kali berkunjung ke China pada 2023 bersama Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Lin Jian menjelaskan bahwa Macron akan bertemu Xi untuk membahas hubungan bilateral dan bertukar pandangan mengenai isu regional serta internasional.
Selain Xi, Macron juga dijadwalkan bertemu Perdana Menteri Li Qiang dan Ketua Kongres Rakyat Nasional Zhao Leji.
Lin Jian menyatakan bahwa China siap bekerja sama dengan Prancis untuk memperkuat hubungan diplomatik China–Prancis, meningkatkan komunikasi strategis, memperdalam kerja sama praktis, serta memperluas koordinasi dalam urusan multilateral.
China menilai kedua negara dapat mendorong kemitraan strategis komprehensif serta hubungan China–Uni Eropa yang lebih stabil.
Isu ekonomi diperkirakan menjadi fokus utama pembahasan menjelang 2026 ketika Prancis menjadi tuan rumah KTT G7 dan China memimpin APEC.
Kunjungan ini berlangsung saat hubungan Uni Eropa dan China memburuk akibat defisit perdagangan Eropa sebesar 305,8 miliar euro pada 2024 serta rendahnya permintaan China terhadap produk industri Eropa.
Eropa juga terdampak oleh pembatasan China atas ekspor mineral tanah jarang yang penting bagi sektor otomotif dan teknologi.
Dialog antara Macron dan Xi diperkirakan menekankan komitmen timbal balik dengan Prancis menginginkan China meningkatkan konsumsi domestik serta mengurangi ekspor sementara Uni Eropa berkomitmen mengurangi penghematan dan meningkatkan produksi.
Selain topik ekonomi isu geopolitik seperti perang Rusia–Ukraina dan Taiwan juga akan dibahas.
Eropa menuduh China memasok sebagian besar komponen yang digunakan Rusia untuk memproduksi senjata.
Uni Eropa juga ingin menegaskan kembali posisinya bahwa Taiwan merupakan bagian dari China.
- Penulis :
- Aditya Yohan







