Pantau Flash
HOME  ⁄  Internasional

Ayah 5 Anak Terancam Hukuman Cambuk Publik di Terengganu

Oleh Khalied Malvino
SHARE   :

Ayah 5 Anak Terancam Hukuman Cambuk Publik di Terengganu
Foto: Ilustrasi hukuman cambuk. (Getty Images)

Pantau - Di sudut konservatif Terengganu, Malaysia, seorang ayah berusia 42 tahun, yang juga seorang pekerja konstruksi, kini bersiap menghadapi hukuman cambuk di depan publik. Hukuman itu akan dilaksanakan pada 6 Desember 2024 setelah salat Jumat, di salah satu masjid setempat, kecuali ia mengajukan banding.

Dia terbukti bersalah atas dakwaan khalwat—pelanggaran kedekatan antara pria dan wanita yang bukan muhrim—untuk ketiga kalinya. Hukuman ini menjadi sorotan, bukan hanya karena pelanggaran yang diulanginya, tetapi juga karena pelaksanaannya secara terbuka, seperti diungkapkan oleh Muhammad Khalil Abdul Hadi, anggota eksekutif negara bagian.

“Ini pertama kalinya hukuman cambuk dilakukan di depan publik. Biasanya, hukuman ini dilaksanakan di ruang tertutup,” ujar Khalil dalam video yang diunggah ke Facebook, mengutip Reuters, Kamis (22/11/2024).

Hukuman cambuk di Malaysia diatur dalam sistem hukum ganda—hukum syariah yang berlaku untuk umat Muslim berjalan seiring dengan hukum sekuler. Meski pria berusia di atas 50 tahun dikecualikan dari cambuk dalam hukum pidana umum, hukum syariah di beberapa negara bagian, seperti Terengganu, mengizinkan hukuman ini untuk pria maupun wanita Muslim.

Baca juga: 

Tahun ini, Terengganu memulai babak baru dalam penerapan hukum Islam setelah perubahan Undang-Undang (UU) Syariah berlaku. Pada Februari 2024, pria yang sama juga menjadi individu pertama di negara bagian tersebut yang dihukum cambuk karena kasus khalwat.

Parti Islam se-Malaysia (PAS), partai yang memerintah Terengganu, dikenal mendorong penerapan hukum Islam yang lebih ketat. Pada 2018, Terengganu menuai kritik keras dari kelompok HAM internasional setelah mencambuk dua wanita di ruang sidang, disaksikan puluhan orang, karena didakwa mencoba melakukan hubungan seksual sesama jenis.

Fenomena ini mengundang perdebatan luas tentang penerapan hukum Islam di ruang publik. Apakah ini benar-benar upaya menegakkan moralitas, atau justru membuka ruang bagi stigma dan penghakiman sosial? Satu hal yang pasti, kisah ini menyentuh sisi kemanusiaan, memicu diskusi yang tak kunjung padam.

Penulis :
Khalied Malvino