Masjid Quba, Simbol Abadi Persatuan dan Gotong Royong dalam Sejarah Islam

Pantau - Masjid Quba di Kota Madinah dikenal sebagai bangunan suci pertama yang didirikan oleh Nabi Muhammad SAW, sekaligus menjadi simbol abadi semangat gotong royong dan persaudaraan umat Islam yang masih sangat relevan hingga kini.

Oman Fathurrahman, Mustasyar Dini Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi 2025, menyatakan bahwa Masjid Quba dibangun dengan semangat kolektif, menjadi teladan kuat dalam kebersamaan fisik dan spiritual umat Islam.

“Tradisi gotong royong menjadi dasar penguatan ukhuwah dalam Islam sejak awal, dengan Masjid Quba sebagai manifestasi prinsip tersebut,” jelasnya.

Teladan dari Rasulullah SAW dan Kekuatan dalam Perbedaan

Pembangunan Masjid Quba dilakukan secara bersama-sama oleh kaum Muhajirin dan Anshar.

Nabi Muhammad SAW pun ikut turun tangan langsung dalam proses pembangunan tersebut, mengangkut batu dan bekerja tanpa merasa lebih tinggi dari para sahabatnya.

Dalam catatan sejarah, Masjid Quba juga menjadi lokasi pertemuan pertama antara kaum Muhajirin dan Anshar secara menyatu, menjadikan perbedaan latar belakang mereka sebagai kekuatan, bukan sumber konflik.

Oman menilai bahwa penting bagi umat Islam saat ini untuk kembali mengangkat simbol-simbol seperti Masjid Quba, terlebih di tengah tantangan polarisasi yang terus berkembang di dunia Islam.

Kontras dengan Masjid Dirar, Simbol Perpecahan Umat

Sebagai perbandingan, Oman mengingatkan akan keberadaan Masjid Dirar, yang dibangun oleh kelompok munafik pada tahun 9 Hijriyah dengan tujuan memecah belah umat dan menyaingi Masjid Quba.

Masjid Dirar bukanlah rumah ibadah yang menyatukan, melainkan alat politik untuk menyebarkan fitnah dan membangun faksi dalam masyarakat.

Nabi Muhammad SAW kemudian memerintahkan penghancuran Masjid Dirar karena dinilai bertentangan dengan nilai persatuan dan keikhlasan dalam ibadah.

“Masjid Quba adalah lambang persatuan, sementara Masjid Dirar adalah simbol perpecahan,” tegas Oman.

Artikel ini ditulis oleh Teguh Priyanto dan diedit oleh Dadan Ramdani.