Pantau Flash
HOME  ⁄  Internasional

Rusia Siap Capai Kesepakatan Damai dengan Ukraina, tapi Tetap Kukuh pada Kepentingan Sendiri

Oleh Leon Weldrick
SHARE   :

Rusia Siap Capai Kesepakatan Damai dengan Ukraina, tapi Tetap Kukuh pada Kepentingan Sendiri
Foto: Presiden Amerika Serikat, Donald Trump (sumber: Xinhua/Hu Yousong)

Pantau - Rusia menyatakan kesiapannya untuk bergerak cepat dalam mencapai penyelesaian damai dengan Ukraina, namun tetap menegaskan bahwa semua upaya diplomatik harus mengakomodasi kepentingan nasionalnya.

Juru Bicara Kremlin, Dmitry Peskov, pada Minggu, 20 Juli, mengungkapkan bahwa Presiden Vladimir Putin telah berulang kali menyatakan keinginannya untuk membawa penyelesaian terkait Ukraina ke konklusi damai sesegera mungkin.

Peskov menegaskan bahwa proses menuju perdamaian bukanlah hal yang mudah dan memerlukan komitmen jangka panjang dari semua pihak yang terlibat.

"Ini proses yang panjang, membutuhkan upaya, dan tidak mudah," ujarnya.

Ia juga menambahkan bahwa "tujuan kami jelas, nyata, dan tidak berubah."

Rusia Tegaskan Syarat Tiga Pilar Perdamaian

Sejumlah pejabat Rusia telah menyampaikan bahwa tercapainya kesepakatan damai akan bergantung pada tiga hal utama.

Pertama, penarikan penuh pasukan Ukraina dari empat wilayah yang telah diklaim oleh Moskow.

Kedua, penghentian upaya Ukraina untuk bergabung dengan aliansi militer NATO.

Ketiga, penghentian pengerahan pasukan NATO di wilayah yang dianggap sensitif oleh Rusia.

Pernyataan-pernyataan ini menunjukkan bahwa meskipun Rusia membuka ruang untuk negosiasi, garis merahnya tetap tegas dan tidak berubah.

Respons Ukraina dan Tekanan dari Amerika Serikat

Sementara itu, pada Sabtu, 19 Juli, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menyatakan bahwa pejabatnya telah mengusulkan putaran baru perundingan damai dengan Moskow pekan ini.

Dalam pidatonya, Zelensky menyebutkan bahwa "apa pun harus dilakukan untuk mencapai gencatan senjata."

Di sisi lain, Amerika Serikat turut memberikan tekanan terhadap Moskow.

Dalam pertemuannya dengan Sekretaris Jenderal NATO Mark Rutte pada 14 Juli di Ruang Oval, Presiden AS Donald Trump menyatakan bahwa Washington akan mengirim senjata ke Ukraina melalui koordinasi dengan NATO.

Trump bahkan mengancam akan memberlakukan "tarif yang sangat tinggi" terhadap Rusia jika kesepakatan gencatan senjata tidak tercapai dalam waktu 50 hari.

Namun, Rusia dengan tegas menolak ultimatum tersebut dan menyebut ancaman dari Trump sebagai sesuatu yang tidak dapat diterima.

Penulis :
Leon Weldrick