
Pantau - Pemerintah Norwegia melalui Oil Fund Norwegia mengumumkan pada Senin, 18 Agustus 2025 bahwa mereka mencabut investasinya dari enam perusahaan Israel karena keterlibatan dalam operasi di wilayah Tepi Barat dan Gaza.
Langkah ini merupakan bagian dari tinjauan mendesak yang dilakukan terhadap dugaan investasi di perusahaan-perusahaan yang menyediakan jasa atau dukungan kepada militer Israel di wilayah konflik.
Dana investasi milik negara Norwegia itu diketahui mengelola total aset senilai sekitar 2 triliun dolar AS, menjadikannya salah satu dana kekayaan negara terbesar di dunia.
Divestasi Bertahap, Nama Perusahaan Masih Dirahasiakan
Norges Bank Investment Management (NBIM), badan pengelola Oil Fund, menyatakan bahwa nama enam perusahaan yang dicabut investasinya belum akan diungkapkan secara publik sebelum proses divestasi selesai.
Namun, laporan media internasional mengindikasikan bahwa lima bank besar Israel kemungkinan termasuk dalam daftar tersebut.
Selain mencabut investasi dari enam perusahaan itu, NBIM juga telah menjual kepemilikan saham di 11 perusahaan Israel pada pekan sebelumnya.
Langkah ini merupakan kelanjutan dari kebijakan restrukturisasi portofolio yang bertujuan mengurangi eksposur terhadap perusahaan yang dinilai tidak sesuai dengan standar etika Norwegia.
Portofolio perusahaan Israel dalam Oil Fund akan dikurangi dari 61 menjadi 32 dalam beberapa minggu ke depan.
Reaksi Pemerintah dan Desakan Lebih Lanjut
Menteri Keuangan Norwegia, Jens Stoltenberg, mengatakan bahwa pencoretan lebih banyak perusahaan dari daftar investasi masih mungkin dilakukan ke depannya, tergantung hasil tinjauan lanjutan.
Ia juga menegaskan bahwa keputusan ini diambil berdasarkan penilaian etis dan legal yang mendalam terhadap keterlibatan perusahaan-perusahaan tersebut dalam konflik bersenjata.
Sementara itu, kalangan kritikus di Norwegia dan komunitas internasional menilai bahwa divestasi total dari seluruh perusahaan Israel diperlukan agar Oil Fund benar-benar bersih dari potensi pelanggaran etika.
Langkah ini mencerminkan tekanan global yang terus meningkat terhadap perusahaan-perusahaan yang dinilai berperan dalam konflik di Palestina, khususnya di wilayah Tepi Barat dan Gaza.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf