
Pantau - Tingkeban atau mitoni merupakan tradisi yang kaya akan makna dalam budaya Jawa, khususnya saat kehamilan memasuki usia tujuh bulan. Nama "mitoni" diambil dari kata "pitu" yang berarti tujuh, mengacu pada waktu pelaksanaan upacara yang dilakukan pada minggu ke-7 kehamilan. Tujuan utama dari upacara ini adalah untuk mendoakan kelancaran proses kehamilan dan persalinan, serta agar anak yang lahir kelak menjadi anak yang baik, sehat, dan berbakti kepada orang tua.
Pelaksanaan Upacara Tingkeban
Dalam pelaksanaan upacara tingkeban, calon ibu akan dimandikan dengan air bunga setaman yang disiramkan menggunakan gayung dari batok kelapa. Siraman ini memiliki makna simbolis untuk membersihkan calon ibu dan bayi dari segala hal negatif, baik secara lahir maupun batin. Selain itu, calon ibu juga diwajibkan mengenakan tujuh kain dengan berbagai motif atau yang biasa disebut jarik. Setiap kain tersebut akan dikenakan secara bergantian, dan pada kain terakhir, ucapan “pantes” akan diucapkan untuk mengakhiri prosesi ini.
Baca juga: Kunjungi Keraton Surakarta, Ketua MPR: Kita Punya Tanggung Jawab Melestarikan Jejak Budaya Bangsa
Memecah Kelapa
Kelapa gading yang telah dihias dengan gambar tokoh wayang Kamajaya dan Kamaratih akan digendong oleh calon nenek dan dibawa keluar untuk dipecahkan oleh calon ayah. Pemecahan kelapa ini memiliki arti simbolis, di mana jika kelapa mengenai gambar Kamajaya, maka diharapkan anak yang lahir kelak adalah laki-laki. Sebaliknya, jika kelapa mengenai gambar Kamaratih, anak yang lahir diprediksi perempuan. Meski demikian, hal ini hanya merupakan harapan yang disampaikan dalam rangka doa dan harapan baik bagi keluarga.
Jual Rujak
Pada acara tingkeban, calon ibu bersama calon ayah akan membuat rujak yang kemudian dijual kepada tamu dengan menggunakan kereweng sebagai alat pembayaran. Prosesi jual beli rujak ini memiliki filosofi yang dalam, yakni sebagai simbol harapan agar anak yang lahir nanti akan diberkahi dengan rezeki yang melimpah. Selain itu, tradisi ini juga dimaksudkan sebagai doa bagi kedua orang tua agar mereka diberikan kelimpahan rezeki dan keberkahan dalam hidup mereka.
Secara keseluruhan, tingkeban atau mitoni bukan hanya sekadar tradisi, tetapi juga merupakan sarana untuk mengungkapkan harapan dan doa keluarga agar perjalanan kehamilan dan persalinan berjalan dengan lancar. Tradisi ini menggambarkan kedekatan spiritual dan budaya dalam masyarakat Jawa yang selalu mengutamakan kesejahteraan dan kebahagiaan keluarga.
Baca juga: Kirab Seniman Tutup Festival Lima Gunung di Magelang
- Penulis :
- Latisha Asharani







