
Pantau - Kementerian Kebudayaan melalui Direktorat Jenderal Diplomasi, Promosi, dan Kerja Sama Kebudayaan menyelenggarakan Gelar Wicara Dari Kata ke Rasa untuk menegaskan peran sastra dan gastronomi sebagai medium strategis penguatan diplomasi budaya Indonesia.
Kegiatan tersebut digelar di Plaza Insan Berprestasi, Kompleks Kemendikbudristek, Senayan, Jakarta.
Direktur Jenderal Diplomasi, Promosi, dan Kerja Sama Kebudayaan Endah T.D Retnoastuti menyampaikan bahwa sastra dan gastronomi memiliki keterkaitan erat dengan keseharian manusia.
Sastra dan gastronomi dipandang sebagai kekuatan unik dalam membangun identitas budaya dan memperkuat posisi Indonesia di kancah global.
“Kebudayaan Indonesia dari warisan tradisional hingga ekspresi kontemporer menjadi kekuatan identitas nasional dan soft power untuk menghadapi persaingan global. Tentunya kami adalah bagian dari diplomasi yang dijalankan oleh pemerintah yang dipimpin oleh Kementerian Luar Negeri. Jadi apabila Kementerian Luar Negeri adalah mesin, bisa dibilang kebudayaan adalah bahan bakarnya,” ungkap Endah.
Arah Diplomasi Budaya Nasional
Endah menjelaskan bahwa Kementerian Kebudayaan telah menyampaikan pandangan kolektif mengenai arah kebijakan diplomasi kebudayaan nasional selama satu tahun terakhir.
Ia menyebut tantangan utama diplomasi budaya terletak pada keterpaduan arah prioritas kebijakan lintas sektor.
Endah juga menekankan pentingnya keterkaitan antara kemajuan kebudayaan dan kesejahteraan komunitas budaya.
“Pada akhirnya, kemajuan kebudayaan yang dimaksud juga harus berdampak pada ekonomi kreatif dan kesejahteraan komunitas budaya, sehingga budaya bisa menjadi mesin penggerak untuk bangsa,” ujarnya.
Kementerian Kebudayaan berharap gelar wicara ini melahirkan strategi sinergi dan kolaborasi lintas sektor untuk memperkuat diplomasi budaya melalui sastra dan gastronomi.
Sastra Lama dan Inovasi Diplomasi
Staf Ahli Menteri Luar Negeri Bidang Sosial, Budaya, dan Pemberdayaan Manusia Kamapradipta Isnomo menyampaikan bahwa sastra dan gastronomi merupakan unsur penting dalam promosi kebudayaan Indonesia.
“Sastra dan gastronomi penting untuk mengetahui suatu peradaban, karena sastra adalah cermin dari aspek sejarah, aspek karakter, dan aspek sosiolog. Kemudian gastronomi juga merupakan cermin dari temperamen dan emosi dari suatu bangsa,” kata Kamapradipta.
Ia menyebut Indonesia memiliki banyak karya sastra lama yang tersimpan dalam manuskrip kuno, termasuk Serat Centhini yang memuat kisah tentang Susada serta naskah perjuangan Perang Diponegoro.
Tahun ini bertepatan dengan peringatan 200 tahun Perang Diponegoro.
Kepala Perpustakaan Nasional Prof. E. Aminudin Aziz menyampaikan rencana penggubahan naskah kuno menjadi 25 seri komik yang dikerjakan bersama kreator dari ITB dan komunitas perkomikan.
Kegiatan ini menjadi wujud nyata upaya Kementerian Kebudayaan dalam mengintegrasikan nilai budaya sebagai instrumen diplomasi untuk memperkuat identitas bangsa dan memperluas pengaruh budaya Indonesia di tingkat global.
- Penulis :
- Aditya Yohan







