
Pantau - Perayaan Natal dan Tahun Baru 2025 berlangsung dalam suasana penuh tantangan, diwarnai tekanan ekonomi, bencana alam, dan ketidakpastian global, namun tetap menjadi momen refleksi dan solidaritas sosial bagi masyarakat Indonesia.
Dalam opini yang ditulis oleh Dr. M Lucky Akbar di ANTARA (25 Desember 2025), ia menekankan bahwa perayaan kali ini lebih dari sekadar budaya atau simbol keagamaan, melainkan kebutuhan emosional dan sosial di saat krisis.
Refleksi atas Tekanan Sosial dan Ekonomi
Natal dan Tahun Baru 2025 dirayakan dengan latar belakang kondisi sulit: harga kebutuhan pokok meningkat, daya beli menurun, dan banyak keluarga harus berhemat.
"Ini bukan sekadar merayakan, tapi tentang memperkuat solidaritas dan rasa kemanusiaan," tulisnya.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan konsumsi rumah tangga masih menjadi motor utama perekonomian, meski pertumbuhannya tergolong moderat karena masyarakat bersikap hati-hati.
Ekonomi nasional tumbuh stabil pada triwulan I hingga III 2025 — masing-masing 4,87%, 5,12%, dan 5,04% (y-o-y), namun tidak merata.
Stagnasi upah riil, pemutusan hubungan kerja di sektor tertentu, serta biaya hidup yang tinggi menjadi sorotan dalam kondisi ekonomi saat ini.
Di sisi lain, bencana alam di Sumatera menambah tekanan, mengganggu produksi, distribusi, dan infrastruktur lokal.
Solidaritas Sosial Lebih dari Sekadar Bantuan Materi
Lucky menekankan pentingnya solidaritas sosial yang muncul dari berbagai elemen: pemerintah, organisasi keagamaan, swasta, hingga masyarakat sipil.
Bentuk solidaritas itu terlihat nyata dalam aksi-aksi seperti dapur umum, pembagian bahan pokok, dan kerja bakti pascabencana.
“Solidaritas ini bukan sekadar bantuan materi, tapi juga kekuatan moral dan harapan,” ungkapnya.
Ia mengingatkan kembali bagaimana semangat kebersamaan pernah menjadi kunci saat Indonesia menghadapi krisis besar, seperti krisis moneter 1998, tsunami Aceh 2004, dan gempa Palu 2018.
Tahun Baru sebagai Harapan Kolektif
Dalam tulisannya, Lucky juga menyampaikan harapan bahwa tahun baru menjadi simbol optimisme baru, dengan dukungan kebijakan publik yang adil, pemberdayaan UMKM, dan investasi pada ketahanan sosial-ekonomi.
Ia menekankan bahwa jaringan sosial yang kuat akan menjadi pondasi penting untuk membangun masa depan yang lebih tangguh dan adil.
Perayaan akhir tahun, menurutnya, harus menjadi momen mempererat persaudaraan dan merawat harapan bersama di tengah tantangan yang belum usai.
- Penulis :
- Gerry Eka








