
Pantau - Badan Legislasi (Baleg) DPR RI mendorong percepatan proses pembahasan RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA). RUU itu dibutuhkan untuk memutus diskriminasi terhadap perempuan.
Anggota Baleg DPR RI, Luluk Nur Hamidah meminta pembahasan RUU KIA tidak berat sebelah. RUU KIA harus memprioritaskan kepentingan Ibu dan Anak.
“Pemerintah sepertinya main-main dengan apa yang selalu digaungkan, generasi emas, SDM unggul, bebas stunting serta yang lainnya. Tapi masih setengah hati ketika berhadapan dengan kalangan industri,” kata Luluk dalam keterangan tertulis, Kamis (15/6/2023).
Luluk menjelaskan, salah satu yang diatur dalam RUU KIA, yakni adanya tambahan cuti bagi ibu hamil dan melahirkan menjadi 6 bulan.
RUU ini juga mengatur cuti untuk pekerja lelaki yang istrinya melahirkan atau sering disebut sebagai cuti ayah. Namun, Luluk menilai tidak banyak kemajuan fakultatif dalam DIM pemerintah.
“Saya juga baca DIM (Daftar Inventaris Masalah) pemerintah, soal cuti bagi ibu dan ayah enggak banyak kemajuan,” kata dia.
Kendati begitu, Luluk mengakui aturan itu mendapat penolakan dari sejumlah kalangan industri, termasuk Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO).
Pihak perusahaan memandang aturan cuti melahirkan bagi perempuan melahirkan akan berdampak kurang baik bagi kinerja perusahaan.
Luluk menekankan agar persoalan ini tidak menjadi polemik. Sebab, menurutnya ada solusi lain untuk perusahaan jika tambahan cuti melahirkan diterapkan.
“Jelas bisa diatur dalam pasal-pasal secara terperinci, tidak perlu mengkhawatirkan bahwa RUU KIA tidak akan mengakomodir kepentingan industri,” kata Luluk.
Anggota Baleg DPR RI, Luluk Nur Hamidah meminta pembahasan RUU KIA tidak berat sebelah. RUU KIA harus memprioritaskan kepentingan Ibu dan Anak.
“Pemerintah sepertinya main-main dengan apa yang selalu digaungkan, generasi emas, SDM unggul, bebas stunting serta yang lainnya. Tapi masih setengah hati ketika berhadapan dengan kalangan industri,” kata Luluk dalam keterangan tertulis, Kamis (15/6/2023).
Luluk menjelaskan, salah satu yang diatur dalam RUU KIA, yakni adanya tambahan cuti bagi ibu hamil dan melahirkan menjadi 6 bulan.
RUU ini juga mengatur cuti untuk pekerja lelaki yang istrinya melahirkan atau sering disebut sebagai cuti ayah. Namun, Luluk menilai tidak banyak kemajuan fakultatif dalam DIM pemerintah.
“Saya juga baca DIM (Daftar Inventaris Masalah) pemerintah, soal cuti bagi ibu dan ayah enggak banyak kemajuan,” kata dia.
Kendati begitu, Luluk mengakui aturan itu mendapat penolakan dari sejumlah kalangan industri, termasuk Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO).
Pihak perusahaan memandang aturan cuti melahirkan bagi perempuan melahirkan akan berdampak kurang baik bagi kinerja perusahaan.
Luluk menekankan agar persoalan ini tidak menjadi polemik. Sebab, menurutnya ada solusi lain untuk perusahaan jika tambahan cuti melahirkan diterapkan.
“Jelas bisa diatur dalam pasal-pasal secara terperinci, tidak perlu mengkhawatirkan bahwa RUU KIA tidak akan mengakomodir kepentingan industri,” kata Luluk.
- Penulis :
- Aditya Andreas