billboard mobile
Pantau Flash
HOME  ⁄  Ekonomi

Tarif Resiprokal AS Dinilai Kompetitif, Apindo Dorong Negosiasi Lanjutan untuk Produk Strategis Indonesia

Oleh Arian Mesa
SHARE   :

Tarif Resiprokal AS Dinilai Kompetitif, Apindo Dorong Negosiasi Lanjutan untuk Produk Strategis Indonesia
Foto: Ketua Umum Apindo Shinta W Kamdani beserta jajaran memberikan keterangan di sela Rakerkonas Apindo ke-34 di Bandung (sumber: ANTARA/Ricky Prayoga)

Pantau - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai bahwa tarif resiprokal sebesar 19 persen yang diberlakukan Amerika Serikat terhadap produk ekspor Indonesia masih tergolong kompetitif dibandingkan dengan negara lain.

Ketua Umum Apindo, Shinta W. Kamdani, mengungkapkan bahwa tarif 19 persen merupakan hasil diplomasi perdagangan yang cukup panjang, karena sebelumnya tarif yang diusulkan Amerika Serikat mencapai 32 persen.

"Kami melihat tarif 19 persen ini masih tergolong kompetitif, jika dibandingkan dengan negara-negara lain, bahkan ada negara yang tarifnya justru lebih tinggi. Jadi menurut kami, ini sudah merupakan upaya luar biasa dari pemerintah yang berhasil menurunkannya dari sebelumnya 32 persen. Namun, tentu saja masih banyak pekerjaan rumah yang harus dikerjakan," ungkapnya.

Pentingnya Negosiasi Lanjutan untuk Produk Unggulan

Apindo menekankan perlunya upaya lanjutan melalui negosiasi yang lebih spesifik, terutama untuk produk-produk unggulan Indonesia yang strategis di pasar Amerika Serikat seperti kopi, kakao, dan critical minerals.

Produk-produk tersebut dinilai memiliki potensi untuk mendapatkan pengecualian atau keringanan tarif tambahan dalam pembahasan lanjutan antara kedua negara.

Shinta menyebut bahwa proses penetapan tarif saat ini belum final untuk seluruh sektor, dan beberapa produk ekspor Indonesia masih dalam tahap investigasi oleh regulator perdagangan Amerika Serikat.

Hal ini membuka peluang bagi adanya perubahan tarif di masa mendatang, baik berupa penurunan maupun penyesuaian untuk sektor tertentu.

Dampak terhadap Sektor Tekstil dan Peluang Pasar

Salah satu sektor yang diperkirakan akan terdampak paling besar adalah sektor tekstil dan produk tekstil (TPT), yang menyumbang sekitar 61 persen dari total ekspor Indonesia ke Amerika Serikat.

Apindo saat ini tengah melakukan evaluasi menyeluruh terhadap dampak tarif terhadap daya saing industri dan keberlangsungan tenaga kerja di sektor terkait.

"Kompetisi tidak hanya soal tarif, tetapi juga bagaimana daya saing kita dibandingkan negara lain seperti Vietnam dan China. Hal ini yang akan menentukan pergeseran permintaan pasar," ia mengungkapkan.

Ia menambahkan bahwa meskipun tarif Indonesia hanya berbeda sedikit dengan Vietnam, tetapi Vietnam saat ini menghadapi sanksi transshipment dari Amerika Serikat sebesar 40 persen, yang dapat menjadi peluang bagi Indonesia untuk mengisi kekosongan pasar tersebut.

Selain TPT, Apindo juga menyoroti sektor furnitur, perikanan, dan komoditas seperti udang sebagai sektor yang berkontribusi besar dalam ekspor ke Amerika Serikat dan layak diperjuangkan dalam negosiasi lanjutan.

Menjaga Hubungan Dagang dan Posisi Indonesia di Pasar Global

Saat ini, sekitar 10 persen dari total ekspor Indonesia ditujukan ke pasar Amerika Serikat, menjadikan negara tersebut sebagai salah satu mitra dagang utama Indonesia.

Dengan kontribusi sebesar itu, Apindo menekankan pentingnya menjaga dan meningkatkan hubungan dagang bilateral yang saling menguntungkan.

Apindo melihat adanya peluang untuk memperkuat posisi produk Indonesia di pasar global, khususnya di Amerika Serikat, karena masih terdapat komoditas yang tidak diproduksi di sana seperti nikel, serta produk lain seperti kakao, kelapa sawit, dan cokelat.

"Kami berharap pemerintah tetap mendorong perundingan tarif lanjutan secara teknis dan strategis, serta membuka jalur-jalur negosiasi yang lebih spesifik untuk tiap sektor," tuturnya.

Presiden Amerika Serikat Donald Trump sebelumnya telah mengumumkan bahwa kebijakan tarif bea masuk resiprokal akan diberlakukan penuh mulai 7 Agustus 2025.

Tarif yang dikenakan terhadap berbagai negara pun bervariasi, di antaranya Inggris 10 persen, Vietnam 20 persen, Filipina 19 persen, Jepang 15 persen, Korea Selatan 15 persen, dan Uni Eropa sebesar 15 persen untuk sejumlah produk.

Penulis :
Arian Mesa
Editor :
Tria Dianti