
Pantau - Kelompok masyarakat sipil mendesak pemerintahan Joko Widodo untuk membatalkan wacana yang mengizinkan TNI/Polri untuk mengisi jabatan aparatur sipil negara (ASN).
Direktur Eksekutif Imparsial, Gufron Mabruri menyoroti manuver pemerintah yang sedang menyusun rancangan peraturan pemerintah (RPP) manajemen ASN sebagai amanat UU Nomor 20 Tahun 2023.
Salah satu poin dalam RPP tersebut adalah memperbolehkan personel militer untuk mengisi jabatan ASN yang sebelumnya diisi oleh warga sipil.
“Kebijakan ini akan menghidupkan kembali praktik Dwifungsi ABRI. Praktik tersebut sangat terkait dengan rezim otoriter Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto,” ujarnya dalam sebuah diskusi publik di Jakarta Selatan, Minggu (17/3/2024).
Menurut Gufron, langkah ini sangat problematik karena bertentangan dengan semangat Reformasi yang telah dibangun oleh masyarakat sipil selama 25 tahun.
“Perlunya kajian serius terhadap RPP tersebut dan bahkan harus dibatalkan karena bertentangan dengan agenda Reformasi,” tegasnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Human Rights Working Group (HRWG), Daniel Awigra juga menyampaikan kekhawatirannya atas upaya sekuritisasi yang muncul.
Ia menduga adanya upaya untuk memasukkan semua isu di luar keamanan dan pertahanan ke dalam domain militer, sehingga memungkinkan TNI/Polri untuk terlibat dalam urusan sipil dengan dalih menjaga keamanan dan pertahanan negara.
“Sekuritisasi adalah konsep yang menjadikan segala sesuatu di luar isu keamanan dan pertahanan sebagai domain militer. Dengan demikian, TNI/Polri dapat masuk ke ranah sipil dengan alasan menjaga keamanan dan pertahanan negara,” tegas Daniel.
Ia menekankan, penolakan terhadap RPP tersebut merupakan upaya masyarakat sipil untuk melawan gejala sekuritisasi dan mempertahankan demokrasi.
“Jika masyarakat sipil tidak berani menentang RPP ini, maka demokrasi kita akan benar-benar terancam,” tandasnya.
- Penulis :
- Aditya Andreas