Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Guru Besar IAIN Cirebon: Narasi Perang Agama dalam Konflik India-Pakistan Harus Dihindari, Bertentangan dengan Semangat NKRI

Oleh Balian Godfrey
SHARE   :

Guru Besar IAIN Cirebon: Narasi Perang Agama dalam Konflik India-Pakistan Harus Dihindari, Bertentangan dengan Semangat NKRI
Foto: Akademisi ingatkan bahaya narasi perang agama dalam konflik India–Pakistan, serukan pentingnya sejarah dan semangat persatuan Indonesia.(Sumber: ANTARA/Dokumentasi Pribadi)

Pantau - Guru Besar Sejarah Peradaban Islam IAIN Syekh Nurjati Cirebon, Prof Didin Nurul Rosidin, menegaskan bahwa narasi yang menyederhanakan konflik India–Pakistan sebagai perang akhir zaman antara Islam dan kafir sangat berbahaya dan harus dihindari.

Menurutnya, konflik antara dua negara Asia Selatan tersebut adalah hasil dari akumulasi persoalan sejarah panjang di bidang politik, sosial, budaya, dan ekonomi yang belum terselesaikan secara menyeluruh.

Prof Didin mengkritik keras pihak-pihak yang menyebarkan pandangan apokaliptik bahwa perang ini merupakan nubuat agama, karena hal tersebut justru memicu polarisasi, radikalisasi, serta menghambat upaya diplomasi yang sangat penting untuk mencegah eskalasi, termasuk kemungkinan konflik nuklir.

Narasi Apokaliptik Dinilai Keliru dan Berpotensi Dipolitisasi

Ia menyebut pandangan tersebut sebagai bentuk false moral clarity, yakni keyakinan keliru bahwa kekerasan adalah satu-satunya jalan menuju kebenaran.

Lebih lanjut, narasi semacam ini dapat dimanfaatkan oleh kelompok ekstremis untuk merekrut anggota baru, serta mendorong aksi kekerasan spontan oleh individu yang merasa mendapatkan "panggilan ilahi".

Prof Didin mengingatkan bahwa memaknai konflik geopolitik sebagai perang ideologi agama global sangat menyesatkan dan berpotensi menghancurkan tatanan sosial dan kemanusiaan.

Sejarah Indonesia Bukti Kekuatan Lintas Iman, Bukan Pertentangan Agama

Dalam konteks Indonesia, Didin menyatakan bahwa narasi “perang akhir zaman” tidak hanya salah alamat, tetapi juga bertentangan dengan semangat pendirian Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Ia menegaskan bahwa kemerdekaan Indonesia lahir dari kerja sama semua elemen bangsa tanpa memandang agama, suku, atau golongan.

Didin mencontohkan bahwa dalam sejarah perjuangan Indonesia, terdapat Muslim yang justru pro-Belanda seperti Sultan Hamid II, serta tokoh non-Muslim seperti Johannes Leimena yang membela kemerdekaan bangsa.

Ia juga mengingatkan pentingnya merawat semangat Bhinneka Tunggal Ika sebagai pengakuan atas keberagaman dan kebersamaan dalam membangun Indonesia.

Menutup pernyataannya, Prof Didin menyampaikan bahwa agama seharusnya hadir untuk membangun kemanusiaan—bukan merusaknya melalui narasi yang menyesatkan.

Penulis :
Balian Godfrey