Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Menag Nasaruddin Umar Promosikan Pancasila dan Diplomasi Agama sebagai Solusi Global di Konferensi Internasional Singapura

Oleh Arian Mesa
SHARE   :

Menag Nasaruddin Umar Promosikan Pancasila dan Diplomasi Agama sebagai Solusi Global di Konferensi Internasional Singapura
Foto: Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar dalam International Conference on Cohesive Societies (ICCS) 2025 di Singapura (sumber: Kemenag RI)

Pantau - Menteri Agama Nasaruddin Umar menekankan pentingnya Pancasila dan diplomasi agama sebagai solusi global dalam membangun masyarakat majemuk yang harmonis dalam pidato kuncinya di International Conference on Cohesive Societies (ICCS) 2025 yang digelar di Singapura.

Menag menyampaikan bahwa Pancasila adalah konsep rasional yang mampu menciptakan persatuan dan kesatuan serta dapat menjadi role model bagi kerukunan dunia.

"Pancasila menawarkan konsep yang rasional untuk menciptakan persatuan dan kesatuan bangsa dan role model kerukunan dunia," ungkapnya.

Ia menegaskan bahwa Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia lahir dari konsensus para pendiri bangsa dan telah terbukti mampu memayungi keberagaman yang ada di Indonesia.

Pancasila dan Keberagaman sebagai Kekuatan Bangsa

Dalam pidatonya, Menag menyebut keanekaragaman suku, budaya, adat, dan bahasa sebagai kekuatan pemersatu bangsa Indonesia.

"Kita bersyukur Indonesia adalah negara yang majemuk dan memiliki keberagaman suku, budaya, adat istiadat, bahasa," ia mengungkapkan.

Menurutnya, prinsip unity in diversity bukan sekadar slogan, melainkan telah menjadi karakter Bangsa Indonesia yang diakui dunia.

"Keberagaman yang menjadi pembentuk lahirnya Bangsa Indonesia dan disegani dunia. Kita menjadi contoh yaitu prinsip bersatu dalam perbedaan atau sering dikenal dengan istilah unity in diversity adalah berbeda-beda tetapi satu juga," jelasnya.

Diplomasi Agama sebagai Pendekatan Universal

Menag juga menyoroti pentingnya diplomasi agama atau religious diplomacy sebagai pendekatan yang lebih inklusif dan efektif dibanding diplomasi formal.

"Kami terus mempromosikan apa yang disebut sebagai diplomasi agama religious diplomacy. Bahasa agama mampu menembus batas keyakinan, karena bagi kami, kemanusiaan itu satu. Tidak ada yang lain," ujar Menag.

Ia menambahkan bahwa diplomasi formal sering kali terbatas oleh kepentingan politik, sementara diplomasi agama menyentuh nilai-nilai universal seperti kemanusiaan dan penghormatan terhadap martabat manusia.

Sebagai contoh, Menag menyampaikan Deklarasi Istiqlal yang mencerminkan keselarasan antara nilai-nilai agama, Bhinneka Tunggal Ika, dan falsafah kebangsaan Indonesia.

"Deklarasi Istiqlal mencerminkan keselarasan antara nilai-nilai agama, Bhinneka Tunggal Ika dan falsafah kebangsaan Indonesia. Bahkan, Vatikan memberi kontribusi dengan menambahkan unsur Pancasila dalam naskah deklarasi. Deklarasi Istiqlal merupakan respons terhadap dua krisis besar dunia, yakni dehumanisasi dan perubahan iklim dunia," jelasnya.

Penulis :
Arian Mesa