
Pantau - Anggota Komisi III DPR RI, Surahman Hidayat, mendesak Polri untuk mengusut tuntas kasus ancaman bom terhadap pesawat Saudi Airlines SV 5276 dengan rute Jeddah–Jakarta yang terjadi pada Selasa (17/6).
Ia menegaskan bahwa insiden ini menyangkut keselamatan jemaah haji Indonesia serta menyentuh aspek kredibilitas sistem keamanan nasional yang tidak boleh diabaikan.
Serius, Potensi Terorisme dan Ancaman Keamanan Nasional
Menurut Surahman, kasus ini harus ditangani oleh Densus 88 dan aparat terkait secara menyeluruh, mulai dari identifikasi pelaku, motif, hingga kemungkinan adanya jaringan yang terlibat.
Ia menilai bahwa ancaman bom, baik nyata maupun palsu, tetap dapat dikategorikan sebagai tindak pidana terorisme.
"Ancaman kekerasan yang menimbulkan ketakutan luas terhadap objek vital seperti pesawat dan bandara merupakan aksi terorisme", ungkapnya, merujuk pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018.
Ia juga menjelaskan bahwa Pasal 437 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan mengatur ancaman informasi palsu yang membahayakan keselamatan penerbangan bisa dipidana hingga delapan tahun penjara.
Selain itu, Pasal 600 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP memperkuat bahwa penyebaran informasi palsu mengenai ancaman bom bisa dijerat sebagai tindak pidana karena mengganggu ketertiban umum dan keamanan nasional.
"Jadi, meskipun ancaman itu dikirim lewat email dan ternyata palsu, pelakunya tetap bisa dijerat hukum berat. Apalagi, kalau terbukti ada motif ideologis atau politik, seperti yang sedang didalami Densus 88 dalam kasus ini", tegasnya.
Perlu Investigasi Siber dan Audit Keamanan Bandara
Surahman mengungkapkan bahwa penyelidikan lebih dalam harus dilakukan terkait asal usul email yang dikirim dari IP address India, karena bisa saja alamat tersebut tidak merepresentasikan lokasi sebenarnya.
Menurutnya, pelaku bisa saja menggunakan VPN, jaringan proxy, atau teknik email spoofing dan server relay untuk menyamarkan jejak digital.
"Dengan menggunakan email spoofing atau server relay, bisa saja email dikirim melalui server pihak ketiga, atau bahkan dengan teknik spoofing yang menyamarkan asal usul sebenarnya", jelasnya.
Ia menambahkan, dalam skenario ekstrem, pelaku bisa memakai jaringan botnet untuk mengalihkan pelacakan ke komputer orang lain yang telah terinfeksi malware.
Karena itu, ia menekankan perlunya investigasi yang kompleks berbasis cybercrime dan digital forensics untuk membongkar pola komunikasi, metadata, dan kemungkinan keterlibatan lintas negara.
"Yang tidak cuma melacak alamat IP dan server pengirim, tetapi juga pola komunikasi, metadata, dan butuh bantuan otoritas luar negeri untuk mengurai jalur lintas negara jika terindikasi pelaku berada di luar negeri", ia mengungkapkan.
Selain itu, ia meminta agar dilakukan audit menyeluruh terhadap sistem keamanan bandara guna mengevaluasi respons dan meningkatkan langkah-langkah pencegahan ke depan.
Surahman turut mengapresiasi kinerja Densus 88 dan tim penjinak bom Brimob Polda Sumatera Utara serta TNI yang langsung memeriksa pesawat SV-5276 saat mendarat darurat di Bandara Kualanamu.
"Tim gabungan dengan sigap telah menyisir seluruh bagian pesawat, termasuk kabin, ruang kargo, dan barang-barang yang diangkut. Hasilnya, tidak ditemukan bahan peledak atau benda mencurigakan, dan semuanya dinyatakan aman", katanya.
- Penulis :
- Arian Mesa






