
Pantau - Kunjungan Kerja Reses (Kunres) Komisi III DPR RI ke Mapolda Bali menjadi momen penting bagi para legislator untuk menyuarakan kritik tajam dan mendesak reformasi hukum secara terbuka kepada mitra kerjanya.
Anggota Komisi III DPR RI dari Daerah Pemilihan Bali, I Wayan Sudirta, menyoroti dua isu utama yang menurutnya harus segera ditindaklanjuti oleh Polda Bali, yakni kasus mafia tanah yang berlarut-larut serta lemahnya ketegasan terhadap Warga Negara Asing (WNA) yang melanggar hukum.
Penegakan Hukum terhadap WNA Dinilai Lemah
I Wayan Sudirta menegaskan bahwa sikap lunak terhadap pelanggar hukum, khususnya dari kalangan WNA, berpotensi merusak citra keamanan internasional Bali di mata dunia.
Ia mengungkapkan bahwa masih ada anggapan di masyarakat dan penegak hukum untuk bersikap "terlalu baik" terhadap WNA meskipun mereka terbukti melanggar aturan yang berlaku.
"Sudahlah sampai di sini kita harus bisa bertindak tegas sesuai dengan aturan. Siapa saja melanggar hukum, tegakkan, karena kita juga (misalnya saat) berada di Singapura, di Inggris kan enggak boleh melanggar hukum, maka tegakkan hukum di sini (juga) supaya ada wibawa," ungkapnya.
Pernyataan tersebut ia sampaikan kepada Parlementaria usai kegiatan Kunjungan Kerja Reses Komisi III DPR RI di Denpasar, Bali, pada Kamis, 11 Desember 2025.
Desakan Tindak Tegas Kasus Mafia Tanah
Selain persoalan WNA, Sudirta juga memberikan perhatian serius terhadap berlarut-larutnya penanganan kasus mafia tanah di Bali.
Ia mencontohkan dua kasus sengketa tanah yang telah berlangsung masing-masing selama 24 dan 25 tahun, namun hingga kini belum ada kejelasan penetapan tersangka.
Pelapor dalam dua kasus tersebut bahkan telah mengantongi hingga enam putusan Mahkamah Agung (MA), namun lahan yang disengketakan masih diserobot dan para pelaku terus melakukan intimidasi terhadap korban.
Sudirta mendesak Direktur Reserse Umum Polda Bali agar memberi dorongan dan jaminan kepada penyidik untuk berani menindaklanjuti perkara tersebut.
"Berikan keyakinan pada mereka, jangan takut menetapkan tersangka. Kenapa? Karena pelapor sudah punya 6 putusan yang punya kekuatan hukum, 6 putusan Mahkamah Agung yang dijadikan pijakan," ia mengungkapkan.
Menurutnya, desakan ini penting untuk memastikan bahwa hukum benar-benar ditegakkan demi rasa keadilan bagi masyarakat sipil.
- Penulis :
- Shila Glorya







