
Pantau - Pemerintah dan DPR RI didesak untuk segera merevisi Undang-Undang Pemilu, Pilkada, dan Partai Politik menyusul putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan pelaksanaan pemilu nasional dan lokal, dengan tujuan memastikan transisi demokrasi yang adil dan sistem politik yang lebih terbuka.
Kodifikasi UU Pemilu dan Pilkada Jadi Langkah Mendesak
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa N. Agustyati, menyatakan bahwa revisi UU Pemilu dan UU Pilkada harus dibahas segera dan menggunakan metode kodifikasi agar tidak tumpang tindih.
"Putusan MK kemarin itu jadi momentum ya untuk segera dibahas revisi UU Pemilu dan Pilkada. Kemarin sempat ada wacana (revisi) UU Pilkada-nya mau dibahas terpisah, dengan putusan MK kemarin, mau tidak mau, ini harus jadi satu dalam metode kodifikasi, dibahasnya harus segera, harus digabung," ungkapnya.
Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 menegaskan bahwa pemilu lokal—yakni pilkada dan pemilihan legislatif daerah—digelar dua hingga dua setengah tahun setelah pelantikan pejabat nasional, termasuk presiden dan anggota DPR.
Dengan demikian, wacana kembalinya pemilihan kepala daerah oleh DPRD dianggap tidak lagi relevan.
Program Manajer Perludem, Fadli Ramadhanil, menambahkan bahwa pembahasan revisi undang-undang penting dilakukan segera untuk mengatur masa transisi hasil Pemilu 2024 yang terdampak pemisahan jadwal pemilu.
"Yang paling penting adalah bagaimana membangun mekanisme transisi yang jauh lebih fair (adil) dan lebih terbuka, dan itu mesti diatur lewat pembahasan undang-undang yang mestinya harus segera dibahas karena ini ada perubahan signifikan yang penting untuk disimulasikan dan dipikirkan lebih awal," tegas Fadli.
Revisi UU Parpol Dianggap Kunci Reformasi Sistem Politik
Selain UU Pemilu dan Pilkada, revisi UU Partai Politik juga dianggap krusial untuk menciptakan sistem kepartaian yang lebih demokratis dan memperkuat kedaulatan pemilih.
Direktur Eksekutif Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI), Hurriyah, menyebut bahwa tanpa revisi UU Parpol, persoalan klasik seperti minimnya demokrasi internal partai akan tetap menjadi penghambat kompetisi politik yang sehat.
"Kalau revisi UU Pemilu saja, tetapi UU Parpol-nya tidak direvisi, saya kira persoalan klasik terkait dengan misalnya minimnya demokrasi internal di parpol, termasuk di dalam pencalonan anggota legislatif, ini akan tetap berdampak merugikan terhadap kompetisi yang demokratis di antara parpol," ujarnya.
Hurriyah juga menyoroti bahwa partai kini semakin elitis dan dinastik, sehingga menyulitkan kader, terutama perempuan, untuk dapat bersaing secara adil dalam kontestasi elektoral.
Putusan MK yang mengabulkan sebagian permohonan Perludem dalam Perkara Nomor 135/PUU-XXII/2024 kini menjadi pijakan kuat untuk mempercepat pembahasan dan harmonisasi ketiga undang-undang tersebut demi perbaikan sistem demokrasi Indonesia.
- Penulis :
- Aditya Yohan