Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Putusan MK Soal Pemisahan Pemilu Nasional dan Lokal Dinilai Rumit, Mahfud MD Desak DPR Segera Bertindak

Oleh Arian Mesa
SHARE   :

Putusan MK Soal Pemisahan Pemilu Nasional dan Lokal Dinilai Rumit, Mahfud MD Desak DPR Segera Bertindak
Foto: Arsip foto- Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan RI Mahfud MD berbincang dengan media di Solo, Jawa Tengah (sumber: ANTARA/Aris Wasita)

Pantau - Pakar hukum tata negara Mahfud MD mendesak pemerintah dan DPR segera menjalankan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang pemisahan jadwal pemilu nasional dan pemilu lokal, meski putusan tersebut dinilai menimbulkan kerumitan hukum baru.

Mahfud menyatakan putusan MK nomor 135/PUU-XXII/2024 yang memutuskan pemilu DPRD serta kepala dan wakil kepala daerah dilaksanakan dua hingga dua setengah tahun setelah pelantikan anggota DPR, DPD, serta presiden dan wakil presiden mulai tahun 2029, wajib dilaksanakan karena bersifat final dan mengikat.

Ia mengungkapkan, "Putusan itu tidak boleh tidak, harus dilaksanakan, putusan MK ini menurut saya harus diterima meskipun menimbulkan kerumitan hukum baru."

Risiko Kekosongan Jabatan Kepala Daerah

Menurut Mahfud, konsekuensi paling serius dari putusan tersebut adalah terjadinya kekosongan jabatan gubernur, bupati, dan wali kota secara nasional yang berpotensi berlangsung hingga 2,5 tahun.

Meski opsi mengangkat penjabat sementara tersedia, Mahfud khawatir situasi ini berisiko merampas hak demokrasi masyarakat dalam memilih pemimpin daerahnya sendiri.

Mahfud juga mengkritisi putusan MK tersebut sebagai langkah yang terlalu jauh memasuki wilayah kebijakan hukum terbuka (open legal policy), yang menurutnya merupakan kewenangan pembentuk undang-undang, bukan Mahkamah Konstitusi.

Ia menjelaskan, "MK telah membuat kerumitan hukum, saya melihatnya juga MK terlalu masuk ke kebijakan hukum terbuka, seharusnya hal itu tidak diatur oleh MK, masalah jadwal masalah apa, mestinya urusan pembentuk undang-undang."

Potensi Kembalinya Pilkada Tidak Langsung oleh DPRD

Mahfud mengingatkan adanya risiko munculnya kembali gagasan pemilihan kepala daerah (pilkada) tidak langsung melalui DPRD akibat putusan terbaru ini.

Hal tersebut, lanjutnya, pernah diatur dalam Putusan MK Nomor 072-073/PUU-II/2004 yang menyatakan bahwa pilkada langsung maupun tidak langsung melalui DPRD sama-sama konstitusional.

Ia memperingatkan, "Dengan adanya putusan MK bisa liar loh ini, bisa muncul lagi, 'Sudah, kalau begitu kita kembali ke DPRD saja, wong itu dulu sudah didukung dan sudah berjalan.' Bisa karena kata MK itu bisa langsung atau tidak langsung itu sama konstitusionalnya. Jangan-jangan bisa liar ke situ nanti."

Mahfud juga menyoroti inkonsistensi putusan terbaru MK dibandingkan putusan sebelumnya, yakni Putusan Nomor 14/PUU-XI/2013, yang sebelumnya menetapkan bahwa pemilu presiden/wakil presiden serta DPR, DPD, DPRD harus dilakukan serentak mulai 2019.

Ia menilai putusan terbaru MK tersebut terlalu jauh masuk wilayah kebijakan terbuka, inkonsisten, dan berpotensi menimbulkan kegaduhan politik nasional.

Namun demikian, Mahfud tetap menegaskan pentingnya sikap konstitusionalis dengan segera melaksanakan putusan MK melalui pembuatan undang-undang baru.

Ia menyatakan, “Tapi kita tetap harus bersikap konstitusionalis. Putusan MK ini harus dilaksanakan, dalam arti harus segera dibuat undang-undang, apa pun ujung dari undang-undang itu, apakah ke yang semula Putusan Nomor 72 atau ke ujung yang lain, itu perdebatan di lapangan politik.”

Penulis :
Arian Mesa