
Pantau - Komnas HAM menilai vonis terhadap mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, sebagai bentuk nyata kehadiran negara dalam melindungi anak korban kekerasan seksual serta memperkuat komitmen penegakan hak asasi manusia di Indonesia.
Vonis Tegas dan Rekomendasi Komnas HAM
"Komnas HAM menilai bahwa vonis ini memberi pesan kuat bahwa negara hadir untuk melindungi korban, bukan menutupi kejahatan yang dilakukan oleh aparat," ungkap Komnas HAM dalam keterangan resminya.
Pada Selasa, 21 Oktober 2025, majelis hakim Pengadilan Negeri Kupang menjatuhkan vonis 19 tahun penjara kepada Fajar.
Selain itu, ia juga dijatuhi denda sebesar Rp6 miliar subsider 1 tahun 4 bulan kurungan, serta diwajibkan membayar restitusi sebesar Rp359 juta kepada tiga korban.
Komnas HAM menyatakan bahwa vonis ini merupakan bentuk pemenuhan kewajiban negara dalam hal hak asasi manusia untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak-hak anak korban kekerasan seksual.
Putusan ini juga sesuai dengan rekomendasi Komnas HAM Nomor 357/PM.00/R/V/2025 tertanggal 14 Mei 2025 yang telah disampaikan kepada Kapolri, Kejaksaan Tinggi NTT, LPSK, Gubernur NTT, dan Kementerian Komunikasi dan Digital.
Dalam rekomendasinya, Komnas HAM menekankan pentingnya penegakan hukum yang profesional, transparan, dan adil, serta menolak segala bentuk impunitas, terutama terhadap pelaku yang menyalahgunakan kewenangan.
Komnas HAM juga mendorong agar hak-hak korban terus dipenuhi melalui pemberian restitusi, pendampingan psikologis, serta perlindungan terhadap keselamatan korban dan keluarganya.
Fajar Terbukti Langgar Hukum, Komnas HAM Harap Jadi Preseden Nasional
Majelis hakim menyatakan Fajar terbukti melanggar Pasal 81 ayat (2) jo. Pasal 65 KUHP, Pasal 45 ayat (1) jo. Pasal 27 ayat (1) UU ITE, serta Pasal 64 KUHP.
Dalam sidang terungkap bahwa Fajar memiliki kebiasaan menonton film pornografi anak sejak tahun 2010.
"Akibat kebiasaan itu mengakibatkan terdakwa melakukan kekerasan seksual kepada anak di bawah umur pada tahun 2024 hingga 2025," ujar majelis hakim dalam putusannya.
Komnas HAM memberikan apresiasi kepada majelis hakim Pengadilan Negeri Kupang, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) NTT, serta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) atas peran aktif dalam proses hukum dan perlindungan terhadap korban.
"Komnas HAM berharap putusan ini menjadi praktik baik bagi seluruh aparat penegak hukum di Indonesia bahwa jabatan dan pangkat tidak dapat menjadi tameng bagi pelaku pelanggaran HAM," tegas lembaga tersebut.
Komnas HAM juga menyerukan agar pemerintah daerah dan lembaga terkait terus melakukan pemulihan psikologis dan sosial bagi korban, serta melakukan pengawasan ketat terhadap aplikasi daring yang rawan disalahgunakan untuk eksploitasi anak.
Komnas HAM bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) serta Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sepakat bahwa vonis ini menjadi momentum penting untuk memperkuat sistem perlindungan anak di Indonesia.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf