billboard mobile
Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

DPR Tegaskan Pembayaran Pensiun Lump Sum Harus Penuhi Syarat Khusus, Tanggapi Uji Materi UU P2SK di MK

Oleh Ahmad Yusuf
SHARE   :

DPR Tegaskan Pembayaran Pensiun Lump Sum Harus Penuhi Syarat Khusus, Tanggapi Uji Materi UU P2SK di MK
Foto: (Sumber: Anggota Komisi III DPR RI RI Soedeson Tandra memberikan keterangan resmi secara virtual terkait Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang P2SK di Ruang Puspanlak, Gedung Setjen, DPR RI, Rabu (22/10/2025). Foto : Geraldi/Andri.)

Pantau - Jakarta, 22-10-2025 – Anggota Komisi III DPR RI, Soedeson Tandra, menegaskan bahwa pembayaran manfaat pensiun secara sekaligus (lump sum) hanya dapat dilakukan dalam keadaan tertentu yang diatur secara tegas dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).

Pernyataan itu disampaikan secara virtual oleh Soedeson sebagai respons atas surat dari Mahkamah Konstitusi RI terkait pengujian materiil UU P2SK dalam perkara Nomor 139/PUU-XXIII/2025 dan 164/PUU-XXIII/2025.

Berdasarkan Pasal 164 UU P2SK dan Pasal 44 POJK 27/2023, manfaat pensiun pada prinsipnya wajib dibayarkan secara berkala.

Pembayaran lump sum hanya diperbolehkan dalam kondisi yang dibatasi secara hukum, seperti peserta meninggal sebelum usia pensiun, manfaat pensiun yang sangat kecil, pembayaran kepada pihak yang ditunjuk, atau kondisi lain yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Pembayaran Lump Sum Bukan Pilihan Bebas Peserta

Mahkamah Konstitusi juga telah menegaskan ketentuan ini dalam pertimbangan hukum Putusan MK Nomor 152/PUU-XXII/2024 angka 3.14.1.

"Oleh karena itu, tata cara pembayaran manfaat pensiun bukan merupakan pilihan atau kesepakatan yang dapat dilakukan antara peserta dengan lembaga dana pensiun, karena untuk memilih pembayaran secara sekaligus hanya dapat dilakukan sepanjang memenuhi persyaratan atau kondisi tertentu tersebut," jelas Soedeson dalam pernyataan yang disampaikan dari Ruang Puspanlak, Gedung Setjen DPR RI.

Politisi Fraksi Partai Golkar itu menilai bahwa jika manfaat pensiun diberikan tanpa batasan, maka fungsi dasar pensiun sebagai instrumen perlindungan sosial akan hilang.

Menurutnya, kebijakan ini juga mencegah risiko penyalahgunaan dan kerentanan ekonomi bagi peserta di masa tua.

"Dengan demikian, adanya persyaratan dan pembatasan dalam pembayaran manfaat pensiun secara sekaligus justru merupakan bentuk perlindungan hukum, kehati-hatian serta manifestasi dari prinsip penyelenggaraan dana pensiun yang berorientasi pada kepentingan peserta," tambahnya.

Gugatan Pekerja dan Pensiunan Terkait Pembayaran Pensiun

Perkara Nomor 164/PUU-XXIII/2025 diajukan oleh delapan pemohon yang terdiri dari pekerja dan pensiunan dari PT Freeport Indonesia, PT Kuala Pelabuhan Indonesia, dan PT Unilever Indonesia.

Para pemohon mempermasalahkan ketentuan Pasal 161 ayat (2), Pasal 164 ayat (1) huruf d, dan Pasal 164 ayat (2) UU P2SK yang membatasi pembayaran pensiun secara lump sum.

Pemohon I sampai VI dan Pemohon VIII mengklaim dirugikan karena saat pensiun nanti tidak bisa menerima pembayaran sekaligus dari dana pensiun swasta.

Sementara Pemohon VII, yang telah pensiun sejak 1 Desember 2024, mengaku belum menerima hak pensiunnya dalam bentuk lump sum hingga saat ini.

Dalam persidangan, kuasa hukum para pemohon, Zen Mutowali, menyampaikan bahwa terdapat perbedaan fundamental antara program jaminan pensiun publik yang bersifat wajib (mandatory) dengan dana pensiun swasta yang bersifat pelengkap (complement).

"Aturan yang berlaku saat ini menimbulkan kerugian bagi pekerja karena membatasi hak peserta dana pensiun swasta untuk menerima manfaat pensiun secara sekaligus (lump sum)," ujarnya dalam persidangan.

Penulis :
Ahmad Yusuf