
Pantau - Komisi III DPR RI melakukan kunjungan kerja spesifik di Makassar, Sulawesi Selatan, guna menyerap aspirasi aparat penegak hukum dalam penyusunan Rancangan Undang-undang (RUU) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
DPR RI Bahas RUU KUHAP Bersama Aparat Hukum Sulsel
Wakil Ketua Komisi III DPR RI Rusdi Masse Mappasessu menyatakan pentingnya revisi KUHAP untuk memperkuat kepastian hukum dan melindungi hak warga negara.
"RUU KUHAP yang baru ini dapat menjadi landasan hukum yang kuat untuk mewujudkan kepastian hukum, menjamin hak-hak warga negara, serta meningkatkan koordinasi dan sinergitas antarlembaga penegak hukum," tuturnya di Aula Mapolda Sulsel.
Pertemuan ini dihadiri pimpinan Kejaksaan Tinggi Sulsel, Polda Sulsel, Pengadilan Tinggi, Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Sulsel, serta praktisi hukum.
Rusdi menegaskan, masukan dari aparat hukum di daerah menjadi sangat penting dalam proses pembahasan.
"Aspirasi ini akan menjadi bahan kajian dan pertimbangan dalam penyusunan dan pembahasan RUU tentang Hukum Acara Pidana," paparnya.
Ia menambahkan, aparat hukum di lapangan lebih memahami kondisi nyata sehingga pandangannya harus diakomodasi.
Usulan Penguatan Peran Jaksa dan Restorative Justice
Kepala Kejaksaan Tinggi Sulsel Agus Salim menyampaikan sejumlah poin penting untuk dimasukkan dalam revisi KUHAP.
Ia menekankan perlunya penguatan peran jaksa sebagai Dominus Litis atau pengendali penanganan perkara.
Menurutnya, hal ini akan mencegah kesewenang-wenangan dan mempercepat proses hukum.
Agus juga mengusulkan kewajiban koordinasi sejak tahap penyidikan antara penyidik dan penuntut umum melalui penegasan redaksi pada pasal 8 KUHAP.
Selain itu, ia menyarankan pembentukan Hakim Pemeriksa Pendahuluan atau Hakim Komisaris guna memastikan penyidikan sesuai prosedur.
Ia menekankan kesetaraan posisi antara penyidik, jaksa, dan hakim dalam sistem peradilan pidana.
Tak hanya itu, Agus juga mengusulkan agar keadilan restoratif (Restorative Justice/RJ) dimasukkan secara mengikat ke dalam sistem hukum nasional.
Ia menilai, hal ini akan menciptakan standar yang seragam, bukan sekadar kebijakan internal sektoral.
Usulan lainnya adalah kewajiban penuntut umum mengajukan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) ke pengadilan untuk validasi yudisial.
"Revisi KUHAP ini akan menciptakan sistem pengawasan penanganan perkara yang baik, dengan koordinasi yang substantif antar aparat penegak hukum," ujarnya.
- Penulis :
- Shila Glorya