Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Kepala Badan Keahlian DPR Dorong Pembinaan Ideologi Pancasila Miliki Payung Hukum UU, Tegaskan Bukan Alat Indoktrinasi

Oleh Aditya Yohan
SHARE   :

Kepala Badan Keahlian DPR Dorong Pembinaan Ideologi Pancasila Miliki Payung Hukum UU, Tegaskan Bukan Alat Indoktrinasi
Foto: (Sumber: Kepala Badan Keahlian DPR RI Prof. Bayu Dwi Anggono (kedua kiri) dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) Baleg DPR RI di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Kamis (18/9/2025). ANTARA/Aria Ananda)

Pantau - Kepala Badan Keahlian DPR RI, Prof. Bayu Dwi Anggono, menyatakan bahwa pembinaan ideologi Pancasila perlu diperkuat melalui undang-undang agar pelaksanaannya lebih sistematis, tidak tergantung rezim, dan memiliki legitimasi hukum yang jelas.

BPIP Dinilai Perlu Naik Tingkat jadi Undang-Undang

Prof. Bayu menilai bahwa pembinaan ideologi Pancasila saat ini belum memiliki dasar hukum yang cukup kuat karena hanya diatur melalui peraturan presiden (perpres).

"Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) saat ini hanya berdiri dengan dasar peraturan presiden (perpres). Untuk memberikan legitimasi dan kewenangan yang lebih imperatif, pembinaan ideologi Pancasila harus dinaikkan ke tingkat undang-undang", ungkapnya.

Ia menyebut bahwa posisi hukum yang lemah membuat koordinasi BPIP dengan lembaga tinggi negara rentan mengalami hambatan.

Bayu juga menyoroti bahwa pembinaan ideologi di Indonesia selama ini cenderung berubah mengikuti dinamika politik.

  • Era Soekarno: Bina Jiwa Revolusi
  • Masa Orde Baru: BP7
  • Era Reformasi: Sosialisasi Empat Pilar MPR

Menurutnya, kondisi tersebut menunjukkan pentingnya dasar hukum yang bersifat permanen agar pembinaan ideologi tidak bergantung pada perubahan kekuasaan.

Hindari Indoktrinasi, Libatkan Masyarakat Sipil

Bayu menegaskan bahwa undang-undang pembinaan ideologi Pancasila tidak boleh menjadikan Pancasila sebagai alat kekuasaan atau sarana indoktrinasi.

"Pancasila tidak boleh diarahkan menjadi instrumen indoktrinasi atau tafsir monolitik. Sebaliknya, ia harus menjadi ideologi kerja yang hidup dalam praktik berbangsa", ujarnya.

Ia juga menekankan pentingnya partisipasi publik dalam proses pembinaan, agar nilai-nilai Pancasila benar-benar menjadi milik bersama dan tidak sekadar agenda negara.

Menurutnya, perguruan tinggi, organisasi kemasyarakatan, dan kelompok masyarakat sipil harus diberi ruang dalam proses internalisasi Pancasila di masyarakat.

Bayu mengusulkan agar undang-undang yang dibentuk tidak hanya mengatur kelembagaan BPIP, tetapi juga mencakup:

  • Metode pembinaan
  • Standarisasi program
  • Evaluasi dan pendanaan
  • Sasaran pembinaan: pelajar, mahasiswa, ASN, dan diaspora Indonesia

Ia juga menyarankan adanya indeks pembinaan ideologi Pancasila sebagai tolok ukur efektivitas program di berbagai sektor.

Indeks ini akan menjadi instrumen penting dalam mengukur sejauh mana Pancasila tersosialisasi dan diinternalisasi dalam kehidupan berbangsa.

Sebagai perbandingan, Bayu mencontohkan dua lembaga dari negara lain:

  • Federal Agency for Civic Education di Jerman
  • Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi di Afrika Selatan

Keduanya dinilai berhasil menjaga nilai kebangsaan dan memori kolektif masyarakatnya.

"Undang-undang ini harus menjamin bahwa Pancasila tidak sekadar menjadi simbol, tetapi benar-benar menjadi pandangan hidup bangsa yang dijalankan secara konsisten lintas generasi", tutup Bayu.

Penulis :
Aditya Yohan