
Pantau - Mahkamah Konstitusi (MK) memerintahkan pemerintah dan DPR untuk membentuk lembaga independen yang mengawasi penerapan sistem merit dan perilaku aparatur sipil negara (ASN) paling lambat dalam waktu dua tahun sejak putusan dibacakan.
Putusan tersebut tercantum dalam Putusan MK Nomor 121/PUU-XXII/2024 sebagai hasil dari uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN.
Permohonan uji materi diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah, serta Indonesia Corruption Watch (ICW).
Ketua MK Suhartoyo menyatakan, "Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," ungkapnya saat membacakan putusan.
Latar Belakang dan Pokok Masalah
Perkara ini berawal dari penghapusan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) melalui UU 20/2023.
Kewenangan KASN sebelumnya dialihkan kepada Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB).
MK menilai pengalihan fungsi ini berpotensi menimbulkan intervensi politik dan pribadi dalam pengawasan ASN.
Dalam pertimbangannya, MK menyebut bahwa salah satu persoalan mendasar ASN di Indonesia adalah belum adanya batas tegas antara pembuat kebijakan, pelaksana, dan pengawas.
Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah menyatakan, "Dalam kaitan ini, sebagai bagian dari desain menjaga kemandirian ASN dan sekaligus melindungi karier ASN, Mahkamah menilai penting untuk membentuk lembaga independen yang berwenang mengawasi pelaksanaan sistem merit, termasuk pelaksanaan asas, nilai dasar, kode etik, dan kode perilaku ASN," ujarnya.
Guntur juga menambahkan, "Keberadaan lembaga independen dimaksud penting untuk segera dibentuk sebagai lembaga pengawasan eksternal yang menjamin agar sistem merit diterapkan secara konsisten, bebas dari intervensi politik dan tidak menimbulkan konflik kepentingan dalam tata kelola atau manajemen ASN."
Keputusan MK dan Dampaknya
MK menyoroti Pasal 26 ayat (2) huruf d dalam UU ASN yang mengatur bahwa Presiden dapat mendelegasikan kewenangan pengawasan sistem merit kepada kementerian dan/atau lembaga.
Namun, MK menilai pasal tersebut tidak mencantumkan unsur penting dalam sistem merit seperti asas, nilai dasar, kode etik, dan kode perilaku ASN.
Ketiadaan frasa tersebut dinilai mengakibatkan tidak adanya kejelasan norma yang utuh dalam sistem pengawasan ASN.
"Oleh karena itu, menurut Mahkamah, frasa ‘asas, nilai dasar, kode etik, dan kode perilaku ASN’ perlu ditegaskan secara expressis verbis dalam norma Pasal 26 ayat (2) huruf d UU 20/2023 agar tidak dimaknai sebagai norma yang tidak lengkap," jelas Guntur.
MK menyatakan bahwa pasal tersebut bertentangan dengan prinsip negara hukum, perlindungan hukum, dan asas keadilan dalam pemerintahan.
Pasal tersebut dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat selama tidak dimaknai bahwa "penerapan pengawasan sistem merit, termasuk pengawasan terhadap penerapan asas, nilai dasar, kode etik, dan kode perilaku aparatur sipil negara dilakukan oleh suatu lembaga independen."
Ketua MK Suhartoyo menegaskan, "Lembaga independen dimaksud harus dibentuk dalam waktu paling lama dua tahun sejak putusan a quo diucapkan," tegasnya.
- Penulis :
- Shila Glorya