
Pantau - Wakil Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (Wamen P2MI) Christina Aryani akan melakukan kunjungan kerja ke Turki pada 27–29 Oktober 2025 untuk menjajaki peluang penempatan pekerja migran Indonesia terampil.
Kunjungan ini difokuskan pada sektor-sektor yang tengah mengalami lonjakan kebutuhan tenaga kerja asing di Turki, seperti pariwisata, perhotelan, konstruksi, dan manufaktur.
"Upah minimum di Turki saat ini sekitar USD650 (sekitar Rp10,8 juta). Saya yakin, dengan peningkatan kompetensi, keterampilan, dan penguasaan bahasa, pekerja migran Indonesia bisa memperoleh penghasilan lebih tinggi dari standar tersebut," ungkapnya.
Peningkatan Signifikan Jumlah Pekerja Migran Indonesia
Berdasarkan data dari Kementerian Tenaga Kerja dan Jaminan Sosial Turki, sebanyak 385.200 pekerja migran asing memperoleh izin kerja baru pada tahun 2024.
Dari jumlah tersebut, 8.930 pekerja berasal dari Indonesia, menjadikan Indonesia sebagai negara ke-7 terbesar penyumbang tenaga kerja asing di Turki.
"Jumlah ini meningkat cukup signifikan dari tahun 2023 di mana Indonesia berada di peringkat ke-10 dengan total 5.607 orang. Jadi ada peningkatan sekitar 59,26 persen," jelas Christina.
Peningkatan tersebut mencerminkan pertumbuhan pasar tenaga kerja di Turki, terutama di sektor padat karya dan non-formal.
"Kalau kita lihat, sektor terbesar pemberi kerja bagi tenaga asing di Turki antara lain perhotelan dan pariwisata, diikuti konstruksi, manufaktur, industri, dan perdagangan," ia mengungkapkan.
Fokus pada Sektor Formal dan Terampil
Christina menegaskan bahwa penempatan pekerja migran Indonesia ke Turki akan dilakukan dengan pendekatan profesional, berbasis keterampilan dan kompetensi.
Tujuannya agar pekerja mendapatkan skema kerja yang layak dan imbalan yang sesuai.
Ia juga menekankan pentingnya beberapa kriteria yang harus dimiliki oleh calon pekerja migran, yakni kompetensi sesuai bidang, kemampuan berbahasa Inggris atau Turki, pengalaman kerja, kesehatan yang baik, dan sikap kerja yang baik.
Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Ankara menyebut sektor domestik sebagai sektor paling rawan terhadap pelanggaran hak pekerja migran.
"Karena itu, kami tidak terlalu mendorong penempatan di sektor domestik. Fokus kami adalah sektor-sektor formal dan terampil yang lebih menjamin perlindungan dan kesejahteraan pekerja migran," ujarnya.
Dalam rangka memperkuat kerja sama, Christina dijadwalkan bertemu dengan Wakil Menteri Tenaga Kerja dan Jaminan Sosial Turki untuk membahas kemungkinan penerapan skema G to G (pemerintah ke pemerintah).
Agenda juga mencakup upaya harmonisasi standar pendidikan vokasi Indonesia dengan kebutuhan pasar kerja di Turki.
"Sejak tahun 2023 sebenarnya sudah ada Memorandum of Understanding on Cooperation in the Field of Labour antara Kementerian Ketenagakerjaan Indonesia dan Kementerian Tenaga Kerja Turki," katanya.
Christina menyebut kunjungan ini sebagai momentum untuk menindaklanjuti MoU tersebut agar kerja sama ketenagakerjaan antara kedua negara dapat benar-benar diimplementasikan.
- Penulis :
- Arian Mesa









