
Pantau - Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menyarankan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu'ti untuk segera menyusun peta jalan pemerataan sekolah nasional guna mengatasi ketimpangan daya tampung antarwilayah serta memperkuat kebijakan berbasis data melalui sistem Data Pokok Pendidikan (Dapodik).
Ketua ORI Mokhammad Najih menyampaikan bahwa pelaksanaan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) Tahun 2025 secara umum berjalan baik, namun masih ditemukan sejumlah permasalahan serius dalam pemerataan akses pendidikan, konsistensi pelaksanaan regulasi, serta transparansi dan akuntabilitas penyelenggara di tingkat daerah dan satuan pendidikan.
"Masih terdapat kesenjangan yang cukup lebar antara ketentuan dalam regulasi dengan pelaksanaannya di lapangan," ungkapnya.
ORI menilai sejumlah daerah belum siap dalam aspek perencanaan, koordinasi antarinstansi, serta pelayanan yang transparan dan adil.
Najih menegaskan bahwa hasil pengawasan Ombudsman tidak hanya menjadi sorotan terhadap persoalan, tetapi juga mendorong perbaikan tata kelola pendidikan ke depan.
Ia berharap pengawasan ini menjadi refleksi bersama, bahwa pemerataan pendidikan tidak cukup hanya dilihat dari jumlah sekolah atau kuota, melainkan dari hadirnya negara dalam memastikan akses pendidikan yang setara dan bermartabat bagi semua anak, terutama yang rentan.
Permasalahan Teknis dan Saran Kebijakan
ORI juga menyarankan agar pengaturan teknis terkait wilayah blankspot, masa berlaku dokumen, dan pelaksanaan jalur afirmasi untuk penyandang disabilitas diperjelas guna menghindari perbedaan tafsir antarwilayah.
Lebih lanjut, ORI meminta Menteri Dalam Negeri memastikan kepala daerah untuk menyusun petunjuk teknis (juknis) SPMB melalui keputusan resmi, membentuk panitia lintas instansi, serta mengintegrasikan data pendidikan, sosial, dan kependudukan.
Integrasi data dinilai penting agar proses verifikasi calon murid baru berlangsung lebih akurat dan adil.
ORI juga menekankan pentingnya peran Kementerian Sosial dalam memperbarui Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), yang kini telah berubah menjadi Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN), agar penerima manfaat jalur afirmasi benar-benar tepat sasaran.
Temuan di Lapangan dari Tiga Tahap Pengawasan
Anggota ORI Indraza Marzuki Rais menyebut pengawasan dilakukan oleh 32 Kantor Perwakilan ORI di seluruh Indonesia, yang terbagi dalam tiga tahap: pra-SPMB, pelaksanaan SPMB, dan pasca-SPMB.
Pada tahap pra-SPMB, ditemukan banyak pemda belum melakukan pemetaan satuan pendidikan dan sebaran calon murid secara akurat, menyebabkan munculnya wilayah blankspot.
Selain itu, juknis di beberapa daerah diterbitkan mendekati masa pendaftaran, tanpa keputusan kepala daerah, dan sosialisasinya belum menyasar kelompok rentan.
Koordinasi panitia lintas instansi juga dinilai belum berjalan optimal.
Di tahap pelaksanaan SPMB, ditemukan ketidaksesuaian implementasi antar daerah, perbedaan tafsir terhadap jalur seleksi, hingga satuan pendidikan yang tidak mengumumkan daya tampung secara terbuka.
Penggunaan surat keterangan domisili yang tidak sesuai aturan, serta SKTM dan kartu keluarga yang belum mencapai usia satu tahun juga menjadi temuan.
ORI mencatat bahwa pengumuman hasil seleksi di beberapa tempat tidak transparan, dan belum ada pengaturan detail mengenai jalur mutasi bagi orang tua dengan pekerjaan non-formal.
Pada tahap pasca-SPMB, masih ditemukan praktik pungutan tidak resmi seperti uang daftar ulang, seragam, dan uang komite.
Beberapa satuan pendidikan juga menambah rombongan belajar tanpa dasar jelas serta menerima murid melebihi daya tampung.
ORI juga menemukan praktik intervensi dan penyisipan siswa titipan.
Ada pula kasus calon murid yang dinyatakan lulus tetapi tidak bisa mendaftar ulang karena namanya menghilang dari daftar penerimaan.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu'ti menyampaikan apresiasinya atas hasil pengawasan yang dilakukan ORI terhadap pelaksanaan SPMB.
- Penulis :
- Arian Mesa










