
Pantau - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) dinilai berpotensi besar dalam meningkatkan status gizi dan kesehatan anak, namun pelaksanaannya di lapangan menghadapi tantangan yang tidak sederhana.
Dorong Gizi Anak dan Produktivitas Lokal
Ahli gizi Mochammad Rizal menilai MBG sebagai investasi jangka panjang yang mendukung tercapainya visi Indonesia Emas 2045.
"Dalam jangka pendek yang bisa kita saksikan adalah peningkatan status gizi dan kesehatan anak akan meningkat, seperti misalnya penurunan angka anemia. Anak-anak yang tumbuh sehat hari ini, kelak akan melahirkan generasi yang bebas stunting," ujarnya.
Selain manfaat langsung pada kesehatan, program ini juga diharapkan dapat meningkatkan motivasi anak untuk bersekolah dan konsentrasi belajar.
Dari sisi ekonomi lokal, MBG berpotensi mendorong produktivitas rantai pasok pangan seperti petani, nelayan, dan penyedia katering lokal.
Namun demikian, Rizal menekankan bahwa keberhasilan program ini sangat bergantung pada implementasi dan adaptasi kebiasaan makan anak.
Tantangan Makanan Sehat dan Evaluasi Pelaksanaan
Salah satu tantangan utama adalah kebiasaan anak yang terbiasa mengonsumsi Ultra Processed Food (UPF) seperti makanan tinggi gula, garam, dan lemak.
"Menu MBG yang ideal justru berisiko tinggi tidak dihabiskan (food waste). Sebaliknya, memberikan menu berbasis UPF seperti nugget ataupun sosis, agar makanan habis, justru mengalihkan tujuan utama pemenuhan gizi dari program ini. Perlu strategi bertahap untuk mengubah perilaku makan siswa saat ini," jelas Rizal.
Untuk menilai efektivitas program, evaluasi berkala sangat penting, termasuk pemantauan makanan yang dikonsumsi dan tidak habis, serta insiden keamanan pangan.
Evaluasi ini harus mengacu pada Panduan Implementasi Program MBG di Satuan Pendidikan yang disusun oleh Kemendikdasmen.
Sekolah diminta melakukan pengukuran tinggi dan berat badan serta indeks massa tubuh siswa setiap enam bulan, dan juga mencatat perubahan perilaku dalam hal gizi serta hidup bersih dan sehat.
Data lain yang harus dikumpulkan mencakup jumlah penerima manfaat, menu MBG, data food waste, serta status gizi sebelum dan sesudah program.
Peran Krusial Ahli Gizi dan Langkah Perbaikan
Peran ahli gizi menjadi sangat krusial dalam menjamin pemenuhan gizi seimbang dan keamanan pangan.
Namun, beban kerja ahli gizi saat ini dinilai belum ideal.
"Sejauh yang saya dengar dengan rasio satu ahli gizi untuk memantau 3.000–4.000 porsi itu sangat berat. Beban ini berpeluang membuat terjadinya insiden keamanan pangan. Namun regulasi baru yang saya dengar telah membatasi produksi maksimal 2.000 porsi pada Satuan Penyediaan Pangan Bergizi (SPPG). Ini adalah langkah perbaikan yang baik, karena bisa mengurangi beban kerja dan risiko keamanan pangan," jelas Rizal.
Ia menambahkan bahwa MBG perlu diintegrasikan dengan edukasi gizi kepada anak dan keluarga agar pemahaman mengenai pola makan sehat menjadi lebih menyeluruh.
"Ini program baru sehingga masih banyak tantangan yang perlu dibenahi, termasuk memberikan masukan yang baik sangat dibutuhkan," tutupnya.
- Penulis :
- Gerry Eka










