Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

LPSK Libatkan OJK dan PPATK Awasi Dana Bantuan Korban, Dorong Pembentukan Lembaga Independen

Oleh Ahmad Yusuf
SHARE   :

LPSK Libatkan OJK dan PPATK Awasi Dana Bantuan Korban, Dorong Pembentukan Lembaga Independen
Foto: (Sumber: Wakil Ketua LPSK Wawan Fahrudin dalam media gathering di Bandung, Jawa Barat, Selasa (4/11/2025) malam. ANTARA/Agatha Olivia Victoria.)

Pantau - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menggandeng Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam pengawasan pengelolaan dana bantuan korban guna mencegah potensi penyalahgunaan dana untuk kepentingan tindak pidana, termasuk pencucian uang.

Langkah ini dilakukan menyusul diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2025 tentang Dana Bantuan Korban (DBK), yang menjadi dasar pembentukan lembaga dana bantuan korban di Indonesia.

Wakil Ketua LPSK, Wawan Fahrudin, menyatakan bahwa pelibatan OJK dan PPATK merupakan antisipasi dini terhadap potensi risiko keuangan.

"Karena ini ada peluang untuk pasti ke sana juga," ungkapnya.

LPSK Usulkan Lembaga Pengelola Dana yang Independen

Saat ini, LPSK tengah berdiskusi dengan kementerian dan lembaga terkait untuk menyusun konstruksi kelembagaan pengelola dana bantuan korban.

Dalam konteks tata kelola dana pemulihan korban, LPSK menilai pentingnya pembentukan lembaga yang secara khusus bertugas mengelola dana secara profesional, transparan, dan berkelanjutan.

Lembaga tersebut dirancang tidak berada di bawah struktur lembaga layanan atau aparat penegak hukum, namun tetap dalam pengawasan negara.

Wawan menjelaskan bahwa model ideal lembaga pengelola dana ini dapat mengadopsi skema yang telah terbukti, seperti Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) di bawah Kementerian Keuangan dan Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF) di bawah Kementerian PPN/Bappenas.

"Keduanya merupakan contoh badan pengelola dana abadi yang bekerja dengan prinsip independensi, akuntabilitas, dan tata kelola yang transparan," ujarnya.

LPSK menekankan bahwa fungsi layanan terhadap saksi dan korban harus dipisahkan dari pengelolaan dana, untuk menghindari tumpang tindih kewenangan serta menjaga fokus lembaga pada perlindungan hak korban.

Menurut Wawan, LPSK tetap akan fokus pada pemenuhan hak dan perlindungan terhadap saksi dan korban, sementara pengelolaan dana diserahkan kepada entitas khusus yang memiliki kapasitas fiskal dan teknis.

Dengan desain kelembagaan yang tepat, dana bantuan korban dapat diakses secara luas oleh semua kelompok korban tindak pidana, bukan hanya terbatas pada korban kekerasan seksual, selama sesuai dengan ketentuan undang-undang.

Pendekatan ini juga bertujuan memperkuat sistem perlindungan korban di Indonesia dalam jangka panjang, melalui mekanisme pendanaan yang tidak tergantung pada fluktuasi APBN atau hibah jangka pendek.

"Lebih dari itu, mekanisme pengelolaan dana secara independen akan menegaskan bahwa pemulihan korban bukan semata urusan hukum, tetapi juga urusan kemanusiaan dan tanggung jawab negara," tegas Wawan.

Penulis :
Ahmad Yusuf