Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

DPR Soroti Penyalahgunaan Wewenang Penyidikan, Desak Penataan Tegas dalam RKUHAP

Oleh Arian Mesa
SHARE   :

DPR Soroti Penyalahgunaan Wewenang Penyidikan, Desak Penataan Tegas dalam RKUHAP
Foto: Anggota Komisi III DPR RI Sarifuddin Sudding saat mengikuti RDPU dengan Universitas Pancasila, Universitas Banten Jaya, dan Ikatan Notaris Indonesia di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Kamis 6/11/2025 (sumber: DPR RI)

Pantau - Anggota Komisi III DPR RI, Sarifuddin Sudding, menegaskan perlunya penataan kewenangan penyidikan secara tegas dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP), guna mencegah penyalahgunaan wewenang oleh aparat penegak hukum.

Penyidikan Harus Diatur Jelas dalam RKUHAP

Sudding menyatakan bahwa revisi KUHAP harus memperbaiki mekanisme penyidikan agar tidak disalahgunakan oleh oknum aparat.

Ia menyoroti praktik pemanfaatan perkara sebagai sumber keuntungan pribadi oleh aparat penegak hukum.

"Kadang sudah jelas kasusnya, tersangkanya pun sudah jelas. Tapi ada upaya dari aparat penegak hukum untuk menjadikan sumber ATM. Ya udah, setelah berapa kita diamkan dulu. Ganti pejabat buka lagi. Jadi gak ada kejelasan," ungkapnya.

Sudding mendorong agar batas waktu penyidikan diatur secara tegas dalam RKUHAP.

"Harus ada batasan waktu gitu. Supaya tidak dijadikan sumber ATM oleh aparat penegak hukum," ujarnya.

Ia menekankan bahwa aparat penegak hukum memiliki kemampuan dan fasilitas yang cukup untuk menyelesaikan penyidikan dalam waktu singkat.

"Apa sih yang tidak dimiliki aparat penegak hukum kita? Semua kita sudah berikan. Semua bisa diungkap kok dalam waktu yang singkat. Sumber daya manusia, penyadapan, semua alatnya canggih," tegasnya.

Menurutnya, hambatan bukan terletak pada sistem, tetapi pada kemauan individu aparat.

"Hanya dari faktor kemauan saja," imbuhnya.

Hindari Tumpang Tindih dan Perjelas Kewenangan Lembaga

Sudding menyoroti adanya tumpang tindih kewenangan penyidikan oleh beberapa lembaga dalam satu kasus yang berakibat pada ketidakpastian hukum.

"Terkadang dalam suatu kasus itu dilakukan penyidikan oleh dua atau bahkan tiga lembaga," ungkapnya.

Ia mendorong agar RKUHAP memberikan batas kewenangan yang tegas antara lembaga penegak hukum, demi menghindari konflik kewenangan.

"Penyidikan ada di kepolisian, penuntutan di kejaksaan, proses pengadilan ada di hakim," jelasnya.

Sudding menekankan bahwa penyusunan RKUHAP tidak bisa dilakukan terburu-buru karena menyangkut prinsip due process of law.

"Saya kira memang KUHAP ini perlu kehati-hatian. Karena ini terkait masalah due process of law terhadap aparat penegak hukum ketika melakukan suatu tindakan kewenangan yang ada pada mereka," ujarnya.

Ia juga menyinggung wacana penerapan Deferred Prosecution Agreement (DPA), yakni penghentian penuntutan dengan pengembalian kerugian negara yang telah diterapkan di beberapa negara.

"Di beberapa negara juga diberlakukan itu pengembalian kerugian negara," ujarnya.

Namun menurutnya, konsep ini masih terhambat oleh aturan dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.

"Pengembalian kerugian negara, perekonomian negara tidak menghapuskan tindak pidana," tegasnya.

Sudding menutup dengan penekanan bahwa proses penyidikan harus menjunjung tinggi asas kepastian hukum dan keadilan.

"Di situ kan hukum itu kan ya kepastian. Memanfaatkan keadilan dan sebagainya," pungkasnya.

Penulis :
Arian Mesa