Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Biaya Dana Turun, Obligasi SMF Masuk Underlying Repo BI dan Dongkrak Pendanaan FLPP

Oleh Aditya Yohan
SHARE   :

Biaya Dana Turun, Obligasi SMF Masuk Underlying Repo BI dan Dongkrak Pendanaan FLPP
Foto: (Sumber: Kepala Divisi Riset Ekonomi PT SMF Martin D. Siyaranamual (kiri) dan Direktur Bisnis PT SMF Heliantopo (kanan) memaparkan materi dalam media gathering di Surakarta, Jumat (14/11/2025). (ANTARA/Rizka Khaerunnisa))

Pantau - Biaya dana obligasi PT Sarana Multigriya Finansial (SMF) berpotensi menurun setelah surat utang perseroan resmi dapat dijadikan underlying repo di Bank Indonesia (BI).

Kepala Divisi Riset Ekonomi SMF, Martin D. Siyaranamual, menyampaikan bahwa fasilitas tersebut membuka ruang bagi peningkatan daya ungkit pendanaan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).

"Ketika cost of fund dari kami turun dan itu hubungannya dengan FLPP, kami bisa leverage atau ungkit FLPP lebih besar," ungkapnya.

Spread Diperkirakan Turun dan Perkuat Likuiditas

Ia menjelaskan bahwa semakin tinggi penerimaan investor terhadap obligasi SMF, semakin rendah kebutuhan perusahaan untuk menawarkan imbal hasil tinggi.

Saat ini spread imbal hasil obligasi SMF terhadap Surat Berharga Negara (SBN) berada pada kisaran 100–150 basis poin.

Dengan fasilitas repo, spread diperkirakan turun menjadi sekitar 80 basis poin dan langsung menekan biaya dana perusahaan.

Penurunan biaya dana tersebut meningkatkan kemampuan SMF menyediakan porsi dana pendamping FLPP yang saat ini sebesar 25 persen, sekaligus mendorong peningkatan volume penyaluran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) subsidi.

Investor juga diperkirakan semakin tertarik pada tenor panjang seperti 10, 15, hingga 20 tahun karena obligasi SMF dapat direpo ke BI.

"Dengan adanya obligasi SMF dijadikan underlying repo, bank tahu mereka bisa memperoleh likuiditas cepat. Ini membantu menjaga stabilitas likuiditas perbankan dan rasio kecukupan likuiditas," ia mengungkapkan.

Kebijakan Repo Diperluas bagi Surat Berharga Berkualitas Tinggi

BI menetapkan sejumlah kriteria bagi surat berharga yang dapat diterima sebagai underlying, termasuk harus masuk kategori aset likuid berkualitas tinggi atau high quality liquid asset (HQLA).

Direktur Bisnis SMF, Heliantopo, menegaskan bahwa akses repo meningkatkan minat investor karena obligasi SMF kini memiliki opsi keluar yang lebih likuid.

Ia mengingatkan bahwa program nasional tiga juta rumah membutuhkan likuiditas besar, sehingga obligasi SMF sebagai underlying repo dapat membantu memperlancar perputaran dana dan meningkatkan penyaluran KPR FLPP.

Sejauh ini, surat berharga yang dapat direpo di BI hanya mencakup obligasi SMF konvensional dan syariah.

Untuk Efek Beragun Aset (EBA), keterbatasan jumlah dan likuiditas menjadi kendala, namun SMF berharap instrumen tersebut dapat diterima sebagai underlying di masa mendatang.

Gubernur BI Perry Warjiyo sebelumnya menyampaikan rencana perluasan underlying repo dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur BI Oktober 2025 sebagai bagian dari strategi operasi moneter pro-market.

Pada saat itu, Perry belum menjelaskan definisi "surat berharga berkualitas tinggi".

Pada 7 November, BI mengumumkan bahwa obligasi SMF resmi masuk perluasan underlying repo dan mulai berlaku pada 10 November 2025.

Kepala Grup DPMA BI, Fitra Jusdiman, menjelaskan bahwa instrumen repo BI sebelumnya didominasi SBN, padahal terdapat surat berharga lain yang juga berkualitas tinggi dan likuid.

BI menetapkan kriteria surat berharga berkualitas tinggi, yakni berperingkat tinggi, dapat diperjualbelikan, aktif diperdagangkan, tercatat dalam rekening peserta operasi moneter, serta tidak sedang diagunkan.

Obligasi SMF dinilai memenuhi seluruh kriteria tersebut sehingga digunakan pada tahap awal kebijakan ini.

BI juga membuka peluang untuk menerima obligasi korporasi lain yang memiliki kualitas setara di masa mendatang.

Penulis :
Aditya Yohan