
Pantau - Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edward Omar Sharif Hiariej, menyatakan bahwa Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata telah resmi masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2026.
Pemerintah Ajak Akademisi Sumbang Pemikiran
Eddy Hiariej menegaskan bahwa penyusunan RUU Hukum Acara Perdata akan melibatkan akademisi secara aktif untuk memberikan masukan dan penyempurnaan terhadap materi hukum yang disusun.
“Nantinya, Komisi III DPR RI pasti akan mengundang para akademisi untuk dapat memberikan aspirasi, masukan, dan perbaikan terhadap materi yang ada,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa seperti halnya Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang baru disahkan, RUU Hukum Acara Perdata juga akan mengakomodasi dinamika teknologi melalui integrasi berbagai peraturan Mahkamah Agung dan surat edarannya.
Materi-materi yang berkaitan dengan kemajuan teknologi akan menjadi substansi penting dalam pembaruan sistem hukum acara perdata nasional.
Hukum Perdata Dituntut Responsif terhadap Era Digital
Ketua Mahkamah Agung, Sunarto, menyebut bahwa revolusi industri 5.0 menghadirkan tantangan besar, termasuk dalam dunia hukum, yang menuntut transformasi dalam penyelesaian sengketa.
“Hal tersebut juga menjadi tantangan tersendiri bagi para dosen dan praktisi hukum di tanah air,” ungkapnya.
Sunarto juga menyoroti potensi tumpang tindih regulasi akibat masih digunakannya hukum warisan kolonial, sehingga hukum acara perdata perlu diperbarui agar sesuai dengan perkembangan zaman.
Menurutnya, meskipun hukum kolonial masih relevan secara prinsip, perlu ada penyesuaian dengan konstruksi hukum nasional Indonesia.
Akademisi Dukung Pembaruan Hukum Acara Perdata
Dekan Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia (UKI), Hendri Jayadi Pandiangan, menyampaikan bahwa hukum keperdataan harus mampu menjawab tantangan era digital, khususnya terkait sengketa yang melibatkan alat bukti digital.
Ia mengapresiasi langkah pemerintah dalam mendukung reformasi hukum perdata dan berharap RUU tersebut bisa segera disahkan.
Hendri juga menekankan pentingnya kolaborasi antara perguruan tinggi dan organisasi pendidikan hukum melalui forum-forum akademik.
Ia menegaskan bahwa hasil konferensi menjadi bagian penting dalam pengembangan hukum acara perdata agar relevan dengan praktik hukum yang terus berkembang.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Dosen Hukum Perdata (Adhaper), Effa, menyatakan dukungannya agar RUU Hukum Acara Perdata menjadi salah satu fokus utama pembahasan DPR RI bersama pemerintah pada tahun 2026.
Pernyataan tersebut disampaikan dalam Konferensi Nasional Hukum Acara Perdata VIII yang mengangkat tema Transformasi Hukum Penyelesaian Sengketa dan Cara Berhukum di Era Digital.
Konferensi ini mempertemukan dosen-dosen hukum perdata dari berbagai universitas yang tergabung dalam Adhaper untuk bersama-sama mengkaji dan mengusulkan penyempurnaan materi hukum acara keperdataan di Indonesia.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf








