
Pantau.com - Publik digegerkan dengan aksi Zakiah Aini (25) yang melakukan penyerangan ke Mabes Polri, pada Rabu (31/3). Dengan mengenakan pakaian serba hitam dan penutup kepala berwarna biru, dia masuk ke dalam kawasan Mabes Polri. Zakiah sempat menodongkan senjata api kepada aparat yang sedang bertugas di sekitar gerbang Mabes Polri.
Tidak menunggu lama Zakiah langsung dilumpuhkan dengan timah panas oleh petugas karena telah mengancam keselamatan.
Aksi teror yang dilakukan Zakiah dikenal dengan istilah lone wolf.
Hal ini dibenarkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, seraya menambahkan Zakiah menganut ideologi Negara Islam Irak Suriah (ISIS).
"Dari hasil profiling terhadap pelaku, maka yang bersangkutan itu adalah tersangka atau pelaku lone wolf," kata Listyo kepada wartawan.
Apa itu lone wolf?
Pengamat terorisme Al Chaidar mengatakan, lone wolf adalah pelaku teror yang berangkat seorang diri saat beraksi.
“Kalau dia berangkat sendiri dengan menggunakan ojek online atau menumpang pada orang lain maka itu adalah lone wolf,” kata Al Chaidar kepada Pantau.com, Kamis, (1/4/2021).
“Namun, jika lone wolf diantar oleh seseorang yang ada di jaringan sel kelompok teroris, dia bukanlah lone wolf,” tambahnya.
Baca juga: MUI: Islam Tak Pernah Ajarkan Umatnya untuk Membunuh dengan Bom Bunuh Diri
Anak muda sasaran perekrutan lone wolf
Al Chaidar mengatakan, saat ini banyak anak muda yang direkrut sebagai lone wolf. Cara perekrutan anggota lone wolf dilakukan melalui media sosial yang kemudian diarahkan untuk melakukan serangan dengan persenjataan minimal.
Para lone wolf dikendalikan dari jarak jauh melalui telepon genggam.
“Mereka dikendalikan dari jarak jauh melalui telepon genggam atau HP yang umumnya nomornya sering berubah-ubah.” katanya lagi.
“Umumnya, lone wolf tetap menyimpan nomor mentor atau ulama organik kekerasan,” tuturnya.
Motif teologis perkuat anak muda terpengaruh
Al Chaidar menilai anak-anak muda sekarang menggandrungi menjadi lone wolf karena masuk ke dalam satu barisan teror secara daring atau online. Menurutnya, mereka tidak disibukkan oleh jadwal pengajian atau indoktrinasi yang dipersiapkan oleh jaringan.
Selain itu, motif teologi yang kuat juga sangat berpengaruh.
“Motif teologis yang sangat kuat, seperti ungkapan jika mereka melakukan serangan teror akan mendapatkan pahala syahid dan bisa langsung masuk ke surga,” kata Al Chaidar.
Ia menganggap, motif teologis inilah yang yang sangat menggugah serta mempengaruhi banyak anak muda atau kaum milenial. Sebab, mereka merasa bahwa pintu jihad belum pernah dibuka oleh satu gerakan agama mana pun.
Motivasi utama lone wolf
Al Chaidar menuturkan kehadiran jamaah Ansharut Daulah dan juga kelompok-kelompok teroris lainnya memberikan jaminan kepada lone wolf untuk mendapatkankan syahid, maka inilah yang paling ditunggu-tunggu karena tidak selamanya periode kesempatan untuk mendapatkan syahid terbuka.
Hal itu membuat anggota lone wolf akan memanfaatkan momentum tersebut.
Mudahnya kaum muda untuk dipengaruhi atau diindoktrinasi oleh gerakan-gerakan teroris, Al Chaidar menggangap hal itu karena mereka tidak memiliki cukup ilmu.
“Mereka pada dasarnya adalah orang baru yang tidak memiliki cukup ilmu agama, atau dengan kata lain sedang berada di dalam situasi kekeringan spiritual yang akut,” ujar Al Chaidar.
Baca juga: Polisi Harus Tangkap Mereka yang Sebut Bom Katedral Makassar Rekayasa
Monopoli penafsiran tunggal jadi landasan ideologi
Al Chaidar menjelaskan monopoli penafsiran tunggal yang disebarkan oleh kelompok jamaah Ansharut Daulah adalah monopoli ala Wahabi Takfiri yang sering mengkafirkan dan membid'ahkan orang-orang Muslim. Menurutnya, mereka juga menanamkan sikap kebencian kepada agama Kristen atau agama non muslim lainnya.
Christophobia adalah sentimen kebencian kepada orang, tempat ibadah, dan institusi serta kitab-kitab Kristen. Kebencian ini lalu ditransformasi sebagai ideologi yang mengarah pada penghancuran dan penyerangan.
“Kebencian ini kemudian ditransformasikan sebagai ideologi yang didalamnya memuat misi serta kegiatan-kegiatan dan yang mengarah kepada penghancuran dan penyerangan terhadap orang-orang Kristen dan tempat-tempat ibadahnya,” jelas Al Chaidar.
Konsep surat wasiat dan biaya operasional
Menurut Al Chaidar, dalam melakukan aksinya, lone wolf menganggung sendiri seluruh biaya operasional dan lain-lain.
Selain itu, para mentor juga mempersiapkan konsep surat wasiat untuk ditinggalkan kepada keluarga bagi lone wolf yang akan beraksi.
“Bahkan para mentor ataupun ulama organik kekerasan juga mempersiapkan konsep surat wasiat yang akan ditinggalkan kepada keluarganya,” tuturnya.
Strategi tanggulangi terorisme lone wolf
Strategi untuk menanggulangi terorisme lone wolf ini adalah dengan mengaktifkan pemantauan melalui cyber police.
Jika cyber police di Indonesia lemah dalam memantau perkembangan dan komunikasi dari kelompok teroris jamaah Ansharut Daulah ini, kelompok ini akan menguasai dan membajak anak-anak muda Indonesia untuk menjadi tentara-tentara dengan cara dikendalikan secara online.
Cara lainnya menurut Al Chaidar, yakni dalam menanggulangi serta mengatasi fenomena lone wolf ini adalah dengan menerapkan program kontra wacana atau counter discourse dalam tema-tema yang sering menjadi bahasan kelompok teroris.
“Tema-tema yang sering menjadi bahasannya adalah tentang jihad, Daulah Islamiyah, khilafah, baiat, perang qital, imamah, Al wala wal Baro (loyalitas dan melepaskan diri dari struktur thogut), dan lainnya,” pungkas Al Chaidar.
- Penulis :
- Finda Rhosyana








