
Pantau - Keputusan atlet meninggalkan pelatnas PBSI kerap dianggap berisiko, mengingat pelatnas telah lama dikenal sebagai pusat pembinaan terbaik dengan fasilitas lengkap yang menjamin kestabilan karier atlet nasional.
Kekhawatiran umum muncul mengenai kemampuan atlet untuk tetap bersaing tanpa dukungan logistik pelatnas, seperti jadwal pertandingan, tiket, akomodasi, latihan rutin, dan pendanaan.
Namun, tren baru menunjukkan bahwa sejumlah pemain yang memilih keluar dari pelatnas justru mampu menemukan kembali performa terbaik mereka melalui jalur independen.
Fenomena ini membuka diskusi tentang dinamika motivasi atlet, relevansi sistem pembinaan, dan kemampuan PBSI menyesuaikan diri dengan perubahan zaman.
Jonatan Christie: Dari Kekecewaan Olimpiade ke Semangat Baru sebagai Ayah
Salah satu contoh paling menonjol adalah Jonatan Christie, tunggal putra Indonesia, yang memutuskan keluar dari pelatnas pada Mei 2025.
Keputusan itu diambil dalam kondisi tidak ideal, menyusul hasil mengecewakan di Olimpiade Paris 2024, di mana Jonatan gagal lolos dari fase grup.
Kekalahan tersebut sempat membuatnya berpikir untuk pensiun dari dunia bulu tangkis.
Namun, segalanya berubah ketika beberapa minggu setelah Olimpiade, Jonatan dikaruniai anak pertama dari pernikahannya dengan Shania Junianatha, yang diberi nama Leander Jayden Christie.
Kelahiran sang anak memberi Jonatan energi dan semangat baru, yang kemudian mendorongnya untuk tetap melanjutkan karier sebagai pebulu tangkis profesional.
Jonatan memutuskan untuk menempuh jalur independen agar memiliki ruang lebih bagi dirinya dan keluarganya.
Sebagai pemain independen, ia bertanggung jawab penuh atas semua aspek kariernya, mulai dari menyusun jadwal pertandingan, mengatur tiket dan akomodasi, hingga merancang program latihan dan mengelola keuangan.
Meski menantang, jalur ini memberinya kendali penuh atas hidup dan pekerjaannya — sesuatu yang menurutnya tidak ia rasakan selama sekitar 12 tahun berada di pelatnas Cipayung.
“Pelatnas dan jalur independen bukan dua kutub yang bertentangan, tetapi dua jalur yang saling melengkapi. Selama pemain bertanding untuk Indonesia, keduanya sah, setara, dan layak dihargai,” ungkap Jonatan.
- Penulis :
- Aditya Yohan







