Pantau Flash
HOME  ⁄  Pantau Haji

Kisah Ikhlas Romo Syafi’i Layani Tamu Allah di Tengah Derita

Oleh Khalied Malvino
SHARE   :

Kisah Ikhlas Romo Syafi’i Layani Tamu Allah di Tengah Derita
Foto: Romo Syafi’i berbagi kisah inspiratif dari pengantar jemaah haji hingga jadi Wakil Menteri Agama (Wamenag). (Dok. Kemenag)

Pamtau - Suara Romo Syafi’i bergetar. Matanya berkaca-kaca. Kenangan tahun 1995 membawanya kembali pada momen saat ia pertama kali menjejakkan kaki di Tanah Suci. 

Kala itu usianya baru 36 tahun. Ia bukan siapa-siapa, bukan pejabat, bukan tokoh penting. Ia hanya jemaah biasa yang selama bertahun-tahun hanya mampu mengantar orang lain berhaji dari Medan.

“Saya menangis tersedu-sedu ketika pertama kali melihat Ka’bah,” kenangnya dalam pertemuan hangat bersama para petugas PPIH di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Senin (12/5/2025).

Tangisan itu bukan semata karena haru, tetapi karena bayangan perjuangan Rasulullah SAW hadir begitu kuat. 

Dia teringat kerasnya jalan dakwah Nabi dalam menyampaikan risalah di tengah penolakan dan tekanan.

“Tangisan itu terus berlanjut saat saya di Arafah, juga Muzdalifah,” lanjutnya dengan mata berkaca.

Di haji pertamanya itu, Romo Syafi’i langsung dipercaya menjadi Wakil Ketua Rombongan (Wakarom).

Dia melayani puluhan jemaah lansia, bukan dari balik meja, melainkan turun langsung: memanggul koper, memastikan semua naik bus di Jeddah hingga tiba di Mekah dengan selamat. 

Bahkan ketika suhu mencapai hampir 50 derajat Celsius, ia tetap bertugas, walau tubuhnya melemah dan mengalami mimisan.

“Saya niatkan diri saya untuk melayani. Itu saja,” katanya lirih.

Pengalaman spiritual itu menumbuhkan filosofi hidup dalam dirinya. Dia yakin setiap niat, perkataan, dan tindakan manusia selalu dalam pengawasan Allah.

“Setiap hati kita, perbuatan kita, perkataan kita—semuanya dilihat, dicatat, dan akan dibalas oleh Allah,” tegasnya di hadapan ratusan petugas haji.

Kini sebagai Wakil Menteri Agama, prinsip itu tetap ia genggam erat. Ia mengaku sering dianggap terlalu vokal dan berani. Tapi menurutnya, ini bukan soal keberanian pribadi.

“Saya hanya tak bisa menyembunyikan kebenaran. Kebenaran harus ditegakkan,” katanya mantap.

Menjelang akhir sambutan, suasana menjadi syahdu. Romo Syafi’i menatap satu per satu para petugas PPIH yang hadir. Ia memahami betapa berat tugas mereka, namun juga betapa mulia.

“Melayani tamu Allah yang merindu. Lalu kita bantu mereka melepas kerinduan itu untuk bertemu dengan-Nya. Tak semua orang mendapat kesempatan ini,” ucapnya pelan namun penuh makna.

“Semoga dengan keikhlasan yang Bapak-Ibu tanamkan, Allah akan membalasnya dengan apa yang selama ini menjadi impian kita," sambung Romo Syafi’i.

Sore itu, banyak mata ikut basah. Bukan hanya karena kisahnya yang menyentuh, tapi karena semua yang hadir tahu: jalan menuju ikhlas tak pernah mudah, dan di sanalah letak kemuliaannya.

Penulis :
Khalied Malvino