
Pantau.com - Penguatan mata uang dolar AS karena perbaikan data ekonomi AS berdampak secara meluas ke mata uang negara-negara berkembang bukan hanya melanda nilai tukar rupiah.
"Jika melihat lebih luas, bukan hanya rupiah yang melemah hari ini, tapi juga mata uang lainnya," kata kata Deputi Gubernur BI Erwin Rijanto, Jumat (20/7/2018).
Erwin membantah jika melemahnya nilai rupiah ini karena pelaku pasar merespons negatif keputusan Bank Sentral yang mempertahankan suku bunga acuan "7 Day Reverse Repo Rate" sebesar 5,25 persen. Bank Sentral pada Kamis melalui Rapat Dewan Gubernur periode Juli 2018, menahan suku bunga acuan di 5,25 persen, setelah di dua bulan terakhir mengerek naik bunga acuan hingga 100 basis poin.
Baca juga: Ini Kata Gubernur BI Soal Efek GPN ke Perdagangan
Kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dolar Rate yang diumumkan Bank Indonesia, Jumat ini, menunjukkan rupiah diperdagangkan di Rp14.520 per dolar AS, melemah 102 poin dibanding acuan Kamis (19/Juli/2018) sebesar Rp14.418 per dolar AS.
Analis senior CSA Research Institute, Reza Priyambada mengatakan pergerakan rupiah masih melemah seiring imbas kenaikan dolar AS yang masih merespons pidato Gubernur Bank Sentral AS (The Federal Reserve) Jerome Powell akan optimismenya terhadap pertumbuhan ekonomi AS yang stabil. Optimisme Powell menyiratkan potensi kenaikan suku bunga The Federal Reserve sebanyak dua kali lagi di sisa tahun, setelah kenaikan dua kali pada semester I 2018.
"Meskipun di sisi lain Powell tidak menyampaikan secara detil kebijakan moneter The Fed ke depannya," ujar dia.
Pada pembukaan perdagangan Jumat ini, Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank juga melemah 35 poin menjadi Rp14.477 dibanding posisi sebelumnya Rp14.442 per dolar AS.
- Penulis :
- Nani Suherni