
Pantau.com - Transportasi online kian eksis dalam kebutuhan transportasi masyarakat. Keberadaan persaingan dua perusahaan besar di Indonesia ternyata mendorong adanya perang harga.
Menganggapi hal tersebut, Ekonom dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI), Harryadin Mahardika menilai pemerintah harus turun tangan agar perang harga tidak membuat salah satu perusahaan mati.
"Perang harga dalam jangka panjang akan memberikan beberapa hal yang sifatnya negatif dalam hal persaingan," ujarnya saat dalam sebuah diskusi Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), di Restoran Beautika, Jakarta Pusat, Jumat (21/6/2019).
Baca juga: Comac, Pesawat Buatan China Juga Mejeng di Rumah Airbus
Dia membandingkan dengan hal yang terjadi di Filipina dan Singapura dimana awalnya konsumen diuntungkan dengan murahnya tarif Grab dan Uber karena adanya perang harga.
Namun akhirnya setelah salah satu pemain kalah, pemain yang menang menjadi satu-satunya operator dan membuat harga justru perlahan meningkat.
"Jadi persaingannya sudah selesai, kita tidak mau seperti itu 1 pemain kuat tapi pada akhirnya benefit yang diterima konsumen turun," katanya.
Baca juga: Hoax TDL Naik 20 Persen, ESDM: Listrik Tak Naik Sejak Tahun 2017
"Singapura misalnya saat Grab dan Uber berakhir, satu-satunya pengusaha pasar hanya Grab," imbuhnya.
Sehingga yang terjadi di Singapura harga transportasi online sejak Maret 2019 hingga Juni mengalami kenaikkan 10-11 persen. Akhirnya kata dia konsumen yang dirugikan.
"Akhirnya konsumen disana berpikir bagaiamna meng-introduce lagi persaingan misalnya mengundnag Gojek di Indonesia, kalau kita tidak mengatur persaingan ini tidak tepat pada akhirnya yang merugi banyak pihak," pungkasnya.
rn- Penulis :
- Nani Suherni