
Pantau.com - Nilai tukar rupiah dianggap sangat rentan terkena dampak dari penguatan dollar AS namun juga dinilai tidak mudah membaik saat perekonomian global stabil. Menteri Perekonomian Darmin Nasution mengatakan salah satu penyebabnya yakni rendahnya devisa yang dimiliki Indonesia.
"Orang akan bilang secara teknis saving kita rendah, sehingga kita selalu perlu modal asing bukan hanya untuk investasi, FDI, kita perlu dana asing untuk membeli sebagian saham kita di pasar modal, untuk lebih sebagian obligasi negara," ujarnya saat diskusi dalam sebuah acara di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat, Kamis (2/8/2018).
Ia menambahkan, obligasi RI 39-40 persen itu asing, begitu pula saham ia memprediksi 45-50 persen merupakan dana asing, sehingga saat terjadi ketidakpastian di pasar global banyak Investor asing yang mengambil menarik dananya dari RI.
Baca juga: Cerita JK Soal Para Dubes Asing 'Ngemis' agar RI Tak Hentikan Pembelian Pesawat
Hal ini dinilainya berbanding terbalik dengan beberapa negara berkembang lainnya yang Investasi asingnya berkisar 12-15 persen.
"Saham kita itu nggak tau angkanya tidak pernah dikeluarkan secara official tapi orang memperkirakan sekitar 50 persen asing, ada yang bilang 45, Malaysia, Thailand berapa, kira kira 12-15 persen. Makanya kalau ada goncangan, seminggu kita masih tegar, tapi kalau berbulan bulan, kita mulai repot," ungkapnya.
Lebih lanjut ia menjelaskan salah satu penyebab rendahnya devisa RI karena adanya kebocoran ekonomi. Devisa Hasil Ekspor (DHE) yang masuk ke Indonesia selama ini hanya 80-81 persen.
"Karena ada kebocoran dari ekonomi kita, saya sedang tidak bicara korupsi, saya mau bicara itu disinggung lagi oleh Pak JK. dari angka yang disinggung BI semua ekspor kita yang masuk devisanya 80-81 persen, Dalam kaidah ekonomi kalau devisanya tidak masuk, itu bocor, namanya. Ekonominya bocor," ungkapnya.
- Penulis :
- Nani Suherni